Senin, 17 Agustus 2009

REFLEKSI JIHAD PARA PAHLAWAN INDONESIA

Oleh : Ihsan Kamaludin*

“ Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawanya”
- Bung Karno -

Di tahun 2009 pada bulan Agustus, masyakarat Indonesia tidak lepas dari perayaan rutin memperingati kemerdekaanya. Sebuah ritual rutin dalam mensyu kuri nikmat kemerdekaan setelah lama dan derita dizalimi oleh kaum Imperialis. Gerakan imperialisme atau penjajahan sebagaimana dikatakan Ahmad Mansur (2008) itu muncul pada abad ke-15 tahun 1497 yang digagas awalnya oleh Paus Alexander VI. Paus ini atas Nama Kerajaan Katolik memerintahkan dua negara menguasai dunia. Pertama, Portugis ditugaskan untuk menguasai belahan timur salah satunya Indonesia. Kedua, Spanyol diperintahkan untuk menguasai dunia belahan Barat. Tujuan imperialsme itu sendiri adalah 3G : Gold (kekayaan), Gospel (Ajaran) dan Glory (kejayaan).
Pada abad ke-16 tahun 1511 dinyatakan bahwa negara di luar gereja adalah negeri biadab. Dan wilayahnya dikenal dengan istilah terranollius; negara tak bertuan. Kemudian misi mereka sering mereka sebut dengan mision-scary tetapi gerakanya gerakan genocide atau pembantaian. Di Indonesia perlawanan terhadap para penjajah cukup menggemparkan. Tercatat para mujahid-mujahid muslim dengan gigihnya mengusir penjajah hengkang dari tanah air. Bahkan, bangsa kolonial, baik portugis, Inggris maupun Belanda sangat kagum pada perjuangan muslim walau tanpa senjata yang memadai. Rakyat aceh salah satu contohnya. Deretan nama pejuang seperti Malahayati, Cut Nyak Dien, Cut Muetia dan Pocut Meurah menjadi simbol perjuangan rakyat aceh dikalangan perempuan. Begitu penjajah memasuki wilayah Jawa, perjuangan tak henti di lakukan salah satunya oleh menantu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Yang bernama Fatahillah. Panglima Fatahillah atau raden Fatah ini menjadi kekuatan melawan dan menghancurkan penjajah yang menyerang sunda kelapa. Begitu pula perjuangan pangeran Diponegoro, yang menjadi simbol ketokohan ulama islam di Jawa. Bahkan jendral besar pahlawan Indonesia yaitu Jendral Sudirman sangat terinspirasi dengan hadist untuk berjihad fi sabilillah melawan penjajahan Belanda. Sang Jendral tersebut mengutip salah satu Hadit Nabi ” Insjafilah! Barangsiapa mati, padahal (sewaktoe hidoepnja) beloem pernah toeret berperang (membela keadilan) bahkan hatinya berhasrat perang peon tidak, maka matilah ia diatas tjabang kemoenafekan,”
Tepatnya 64 Tahun yang lalu, dikumandangkanya teks proklamasi oleh Soekarno untuk memperoleh pengakuan kemerdekaan Indonesia di mata Internasional, khususnya para imperialisme seperti Belanda dan Jepang. Lagi-lagi Umat Islam membawa pengaruh yang besar dalam proklamasi tersebut, karena sang proklamator terlebih dahulu meminta restu dari Ulama seperti Abdul Mukti dari Muhamadiyah, Hasyim Asy’ari dari NU, Bahkan sebelumnya sempat mendapat motivasi dari ulama persis yaitu A.Hassan. dari beberapa torehan sejarah ini, dapat disimpulkan bahwa Islam sangat besar pengaruhnya dalam mencapai Kemerdekaan. Citra Islam sangat diterima sebagai inspirasi Jihad para pahlawan negara. Berbeda dengan Citra Islam era reformasi ini yang diidentikan dengan isu teroriss.
Kita, sebagai pelaku sejarah Indonesia pasca kemerdekaan harus bisa menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan. Rasa penghargaan itu, diwujudkan dengan terus tumbuhnya Jihad fi Sabilillah dalam rangka menjaga persatuan (ukhuwauh) dan kesatuan Indonesia. Ber-Jihad dengan membangun peradaban Indonesia yang maju dan madani berlandaskan ” Rahmat tuhan yang maha esa dan kuasa” karena Islam adalah Rahmatan lil Alamin. Jihad dalam pengertian besungguh-sungguh dalam segala aktifitas. Ar-Raghib mengartikan jihad adalah mencurahkan segala daya/kekuatan untuk menghadapi musuh.
Dalam Jihad ada beberapa tingkatan. Pertama, Jihad Nafsi yaitu berjihad melawan nafsu yang membawa kepada keburukan (Nafsus-Saiyiiah) menuju kepada kebaikan (Nafsul-Mutmainnah). Dalam surat Al-Hajj ayat 78 disebutkan ”Dan berjihadlah dijalan Allah sebenar-benarnya... .”Perintah berjihad juga disebutkan Dalam surat Al-Furqan 52 dan Al-ankabut 69. Dalam hadits Nabi riwayat Baihaqi bahwasanya telah datang kepada Nabi satu kaum yang selesai berperang. Nabi berkata : ”kalian telah tiba dari jihad ashgar menuju jihad akbar.” ditanyakan kepada Nabi : ”Apa yang dimaksud jihad akbar itu?’ Nabi menjawab : seseorang hamba memerangi dirinya sendiri.” Jihad melawan nafsu ini berperang melawan kemalasan dan kebodohan dalam diri. Ber-Jihad melawan rasa kantuk untuk melaksanakan shalat subuh. Berjihad melawan keluh-kesah dan putus asa dalam menghadapi hidup.
Kedua, berjihad melawan syaitan. Berjihad melawan bisikan berupa keinginan, syahwat, subhat dan keraguan yang menodai iman. Iblis dan Syiathan merupakan penjajah utama keimanan kita dari mulai Nabi Adam sampai manusia akhir zaman. Mereka akan datang dari depan, belakang, kiri dan kanan untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Mereka mendapatkan kekuatan untuk panjang usia sampai hari kiamat untuk menakhlukan manusia. Orang yang merdeka dari penjajah syetan adalah orang yang ikhlas dan istikomah, sebagaimana mereka takluk pada Ibrahim dan Ismail ketika menggoda untuk tidak melaksanakan perintah Allah.
Ketiga, Berjihad melawan Munafik. Dalam Surat At-Taubah ayat 73 Allah Berfirman ”Hai Nabi, Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat kembali mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya”. Ibnu Abbas r.a. berkata : ”Jihad melawan orang kafir dengan pedang, dan jihad melawan orang munafik dengan lisan, yakni dengan hujjah dan Burhan (ar-raghib). Dalam Al-Maraghi dinyatakan bahwa Rasulullah bersabda :”Di antara umatku terdapat 12 orang munafik. Mereka tidak akan masuk surga, dan sama sekali tidak akan mencium wanginya surga sampai unta bisa keluar dari lubang jarum”.
Keempat, Berjihad melawan Kafir. Orang-orang kafir baik dari ahli kitab maupun musyrikin tidak akan ridha sampai kita mengikuti millah mereka. Orang-orang kafir telah memerangi kita baik secara fisik seperti di Irak dan Afganistan ataupun secara pemikiran, tingkah laku serta budaya. Istilah perang pemikiran sering disebut dengan ghazwul-fikri. Mereka telah menjajah dengan ilmu yang mereka miliki untuk menguasai negeri-negri muslim secara politik dan ekonomi. Di indonesia, contohnya banyak aset negara yang menjadi cengkraman asing. Berjihad kepada kaum kuffar Dzimmi seperti itu harus kita lawan dengan ilmu pengetahuan juga, bukan dengan teror BOM sebagaimana falsafah teroris. Nasionalisme kita betul-betul dibuktikan dengan merdeka dan mandiri dari ketergantungan terhadap asing yang tidak menguntungkan. Berjihad melawan kafir ada empat tingkatan yaitu dengan hati, lisan harta dan jiwa. Berjihad dalam arti Berperang tidak dilakukan kepada kafir dzimmi tetapi dilakukan kepada kafir yang menyerang secara fisik yang disebut dengan kafir harbi. Itu juga atas perintah amirul-mukminin dalam suatu wilayah dan kondisi yang diharuskan perang.
Itulah diantara renungan yang harus kita ambil hikmah dari perjuangan kemerdekaan ini. Tentunya, rasa syukur kita panjatkan atas nikmat kemerdekaan sebagai buah jihad dari para pahlawan. Rasa syukur itu kita manfaatkan dengan meneruskan perjuangan jihad kepada kesejateraan dan kemakmuran bangsa. Disamping perayaan dengan kegiatan-kegiatan kreatifitas dan perlombaan hendaknya tidak diwarnai dengan kemaksiatan dan perjudian. Perayaan kemerdekaan ke 64 ini, setelah sekian lama penulis pertama kalinya melaksanakan upacara di Lapangan Bola dekat rumah dengan melihat berbagai pertunjukan. Ada yang diisi dengan singa depok, peralatan perang maupun simulasi teroris yang sedang hangat-hangatnya menjadi isu permasalahan Indonesia saat ini. Kegiatan perayaan nasional Indonesia tahun ini diisi dengan pemecahan rekor dunia yaitu Sail Bunaken. Acara ini melibatkan 2818 penyelam dari berbagai element yaitu TNI dan masyarakat nasional dan internasional dengan tujuan memperkenalkan Laut Bunaken yang terkenal keindahan bawah lautnya. Harapan penulis, bangsa yang besar ini perlu mujahid-mujahid kreatif dalam menyumbangkan peradaban Indonesia menuju masyarakat madani. Wallahu a’lam.

*Penulis Mahasiswa UPI Jurusan Administrasi Pendidikan
Kader Pemuda Persis Cabang Pameungpeuk, Bandung