Senin, 28 Maret 2022

SENI DAN BUDAYA DI LINGKUNGAN KITA

Nama : Dzakira Rahmani Aisy

Sekolah : SD IT AL-AMIN

 KEINDAH  WISATA PAKU HAJI


Badung Barat tidak kalah indah dengan keindahan alam nya, di daerahku Kec. Ngamprah ada tempat wisata Paku Haji, yang terletak di jalan Haji Ghofur, kurang lebih letaknya 4,5 KM dari rumah ku. Harga tiket masuk nya kurang lebih Rp. 20.000, untuk tiket parkir Rp. 2.000 sampai 5.000. Tidak perlu khawatir kepanasan karena di sana udara nya sejuk dan banyak pohoh rindang.

    Di sini kita bisa menaiki  wisata kuda ala koboi, dengan harga tiket Rp. 10.000, dengan harga yang

murah  kita sudah bisa berpetualang dengan kuda dan menikmati pemandangan dengan udara yang sejuk. Nah disini ada dua jenis kuda yang di gunakan, yaitu kuda mancanegara atau impor dan kuda lokal dari Indonesia sendiri. Kuda impor digunakan untuk pengunjung yang sudah berpengalaman sedang kan kuda dari Indonesia untuk pemula.

    Disini juga di fasilitasi berkeliling mengunakan ATV, keamanan disini sudah sesuai dengan anak-anak dan juga dewasa. Kemudian ada kolam renang, flaying fox, dengan harga tiket yang murah. Kita juga dapat berkelilng menggunakan kereta mini. Terdapat kebun bintang mini di sana terdapat banyak hewan hewan, mulai dari yang langka, hewan impor dan juga hewan-hewan di Indonesia. Jika kita sudah lelah kita bisa berkunjung ke wisata kuliner nasi liweut nya yang sangat enak dengan resep turun menurun dan ditambah lauk pauk yang sangat banyak, menikmati hidangan lebih nikmat ketika sambil menikmati keindahan alam. Sangat menarik bukan tempat wisata di daerahku yaitu Kec. Ngamprah, Selamat berkunjung!



Senin, 20 Agustus 2012

PENCERAHAN PASCA RAMADHAN*

OLeh : Ihsan Kamaludin Ramadhan sebagai bulan penuh perjuangan dan pengorbanan untuk mengendalikan nafsu syahwat merupakan bentuk tarbiyyah dari Allah. Bentuk pertama tarbiyyah tersebut bisa berupa tarbiyyah jasadinyah yang mengendalikan aspek fisik untuk membatasi dan mengatur pola makan, minun dan berhubungan suami istri. Bentuk kedua tarbiyyah ramdhan adalah tarbiyyah ruhani yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan intensitas ibadah yang full time dari pagi sampai malam. Bentuk tarbiyyah yang ke tiga berupa pendidikan kepekaan sosial pada sesama manusia yang sama-sama merasakan lapar dan dahaga. Implementasi tarbiyah ketiga ini dipungkas dengan kewajiban membayar zakat fitrah sebagai bukti pensucian jiwa dan raga dari sikap yang ternoda. Ramadhan pasti berlalu dan berlanjut pada bulan syawal. Itulah waktu terus bergulir mengikis jatah usia yang ada dalam manusia maupun alam. Lafalz takbir, tahlil dan tahmid menggema menyambut bulan syawal yang penuh dengan kesucian. Takbir merupakan bukti kekecilan manusia yang tak pantas sombong dengan apa yang dimiliki. Tahlil merupakan implikasi ketauhidan setelah mengakui kelemahan manusia di hadapan Allah Yang Maha Besar. Tahmid adalah curahan rasa syukur atas nikmatnya kesehatan lahir maupun bathin dalam setiap saat,apalagi di hari raya yang penuh kebahagiaan. Syawal, dipenuhi aktifitas silaturahim dengan istilah kita “halal-bi-halal”. Ucapan-ucapan selamat tersebar dalam dunia nyata maupun maya berupa teknologi informasi dan komunikasi. Mobilitas manusia saat awal bulan tersebut sangatlah tinggi. Kemacetan di berbagai tempat dengan maksud menggunjungi kerabat dan sanak saudara. Ataupun rihlah ke berbagai tempat wisata untuk mengokohkan tali persaudaraan dan refreshing dalam kehangatan keluarga. Sekedar saling berbagi dan mengingatkan, Ramadhan dengan aktifitas yang begitu hebat moga berbekas lama menghadapi sebelas bulan lamanya. Mungkin inilah kenapa Idul fitri dinamakan orang sunda Lebaran. Artinya lebar (sayang) kalau shaum setelah ramadhan ditinggalkan padahal masih ada banyak shaum sunnah setelah ramadhan. Lebar, kalau tadarus selama ramadhan yang mungkin ada yang khatam ditinggalkan selama sebelas bulan. Lebar, kalau shalat tarawih waktu malam ramadhan ditinggalkan karena rasul tak pernah meninggalkanya. Dan banyak pula lebar-lebar yang lainya, sayang jika ditinggalkan karena ramdhan hanya mungkin napak tilasnya diatas air. Namun, yang dikhawartirkan adalah bagaimana jika ramadhan kita tidak mendapatkan ampunan dari Allah. Sebagaimana Nabi pernah menaiki tangga mimbar dan pada saat berada di atas tangga pertama, beliau berkata, “Amin”. Kemudian naik ke tangga kedua dan berkata, “Amin”. Lalu naik ke tangga ketiga dan berkata, “Amin”. Ketika Rasulullah SAW turun mimbar dan memiliki waktu cukup luang dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasul, kami mendengar sebuah perkataan pada hari ini yang belum kami dengar sebelumnya.” Rasulullah SAW bertanya, “Kalian semua mendengarkannya?” Para sahabat berkata, “Iya”. Rasulullah SAW lalu bersabda, "Sungguh, Jibril AS menyampaikan kepadaku pada saat aku berada di tangga mimbar dengan perkataannya, ‘Rugilah orang-orang yang mendapati kedua atau salah satu orang tuanya berumur tua, namun keduanya tidak menjadikannya masuk surga’. Aku (Rasulullah SAW) menjawab, ‘Amin’. Rugilah orang-orang yang jika namamu (Muhammad SAW) disebut, namun dia tidak mengucap shalawat kepadamu. Aku menjawab, ‘Amin’. Rugilah orang-orang yang mendapati Ramadhan namun tidak mendapat ampunan Allah. Aku menjawab, ‘Amin’." (HR. Tabrani). Oleh karena itu sahabat pembaca yang baik, jadikanlah ramadhan itu berbekas seperti mengukir diatas batu pada hati, lisan, dan tindakan kita. Sehingga kita menjadi manusia fitrah yang sempurna selamanya. Manusia yang dipenuhi rasa kebahagiaaan dari ketakwaan yang diperoleh. Mempertahankan dan meningkatkan pengendalian diri agar terus suci dan mensucikan diri apabila kembali terkotori. Sungguh bahagia orang yang mensucikan dirinya. *Refleksi 3 syawal 1433 H

Jumat, 23 Desember 2011

AMAL YANG MENEMBUS RUANG DAN WAKTU *

A.Waktu dalam Pandangan ilmuan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia paling tidak terdapat beberapa arti kata yang mengacu pada waktu. 1) seluruh rangkaian saat. Baik yang telah berlalu, sekarang, ataupun yang akan datang. 2) Saat-saat tertentu untuk menyelesaikan sesuatu. 3) kesempatan, tempo, atau peluang. 4) ketika, atau saat terjadinya sesuatu
Para ahli menemukan waktu bersifat relatif dan berubah karena bergantung pada tempat dan kecepatan gerak tempat itu. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Artinya, waktu selalu berkaitan dengan gerak dan tempat. Satu hari di planet Venus, misalnya (satuan waktu yang digunakan planet itu untuk berotasi pada porosnya), sama dengan 242 hari di bumi. Satu tahun di planet Venus (satuan waktu yang digunakan planet itu untuk berevolusi pada matahari) sama dengan 225 hari di bumi. Ini berarti satu tahun di planet Venus hampir sama panjangnya dengan satu tahun di bumi. Berati pula bahwa empat musim di planet Venus terus silih berganti dalam satu hari.

B.Waktu dalam Pandangan Al-Quran
Al-Qur’an juga mengacu beberapa kata untuk menunjukkan makna-makna waktu; 1) Ajal. 2) Dahr. 3) Waqt. 4) ’Ashr. Kesemua itu akan kita bahas dalam makalah ini mengingat keberadaannya yang secara independen selalu hadir.
1.Ajal
Konsep waktu yag pertama dalam Al Qur’an salah satunya bermakna ajal. Ajal sesuai terminologi berarti penetapan batas waktu. Dalam Al Qur’an, kata ajal mempunyai kecenderungan pada penetapan akan batas sesuatu. Seperti dikatakan dalam Al Qur’an Setiap umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia.

Yunus : 49. Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai ajal[696]. apabila Telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).

Salah satu yang sering menjadi pembicaraan di sekitar kita adalah tentang ajal manusia. Pada pengertian arti ajal di sini adalah bahwainsan (tunggal) ataupun an nas (jamak) telah mempunyai konsep waktu yang mana telah ditetapkan batas akhir (kehidupannya)nya. Ajal yang merupakan penetapan batas sesuatu, merupakan suatu ketetapan yang tidak dapat diubah. Karena, waktu mempunyai kedudukan pada proses kausalitas. Sehingga apabila penetapan itu berubah, secara tidak langsung akan merusak segala keteraturan alam yang telah tunduk pada hukum kausalitas. Seperti dalam Al Qur’an menyatakan apabila ajal seseorang telah datang, maka ia tidak dapat memajukan atau memundurkannya.
Kata ajal memberi kesan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya, sehingga tidak ada yang langgeng dan abadi kecuali Allah

2.Dahr
Konsep waktu yang kedua dalam Al Qur’an mengacu pada makna dahr. Kata ini dalam Al Qur’an banyak berada pada penjelasan mengenai bentangan waktu yang dilalui dunia dalam kehidupan. Dimulai dari penciptaan alam semesta hingga datangnya hari kiamat. Seperti dalam Al Qur’an dikatakan;

Dan mereka berkata, “kehidupan ini tidak lain saat kita berada di dunia, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan (mematikan) kita kecuali dahr (perjalanan yang dilalui oleh alam) (QS. Al Jatsiyah:24)

Masyarakat arab jahiliyah pada masa pra-islam juga kerap menggubah sya’ir-sya’ir yang di dalamnya menggambarkan dahr sebagai penguasa tiran, ataupun binatang buas yang menggigit dengan giginya yang tajam. Bahasa metafora yang mereka pergunakan secara tidak langsung menggambarkan bagaimana kehidupan mereka akan ditelan dahr. Penguasa tiran yang identik dengan merampas harta berharga, begitu juga binatang buas yang identik dengan memangsa saat kapanpun dan dimanapun.
Berdasarkan ayat dan contoh bahasa-bahasa metafora di atas tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kata dahr mengacu pada konsep waktu pada bentangan kehidupan di dunia. Manusia adalah bagian dari dan hidup di bentangan kehidupan di dunia. Sehingga perjalanan dahr itu akan melenyapkan mereka semua. Segala sesuatu yang ada (hidup), keberadaannya menjadikan ia terikat pada dahrLebih jauh, bahwa makna dahr dari beberapa kata yang mewakili konsep waktu dalam Al Qur’an memiliki cakupan yang universal, karena antara dimulainya kehidupan dan akhir dari kehidupan di dunia ini merupakan rahasia Allah yang tidak satupun maklukNya mengetahui.

3.Waqt
Kata ini kerap akrab di telinga kita saat menunjukkan kondisi-kondisi tertentu atau menunjukkan terjadinya suatu peristiwa. Menurut Quraish Syihab, dalam bukunya yang berjudul Wawasan Al Qur’an, ia berpendapat bahwa makna ini mempunyai arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa. Ia mengacu pada Ayat:
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban kepada orang-orang mukmin yang telah ditentukan waktunya (mawquta) (QS. An Nisa:103)

4.‘Ashr
Adapun makna terakhir yang mewakili konsep waktu dalam Al Qur’an adalah ‘ashr. ‘Ashr sesuai dengan konotasinya mendapat arti sebagai masa secara mutlak. Berdasarkan maknanya yang berarti ‘perasan’, maka ‘ashr merupakan suatu bagian yang penting dalam kehidupan manusia. Makna perasan, yang berarti hasil dari sesuatu yang diperas, mengasumsikan fungsi waktu yang menghasilkan. Menghasilkan di sini tidak berarti mempergunakan waktunya demi meraih pesona dunia, namun bagaimana dengan ‘ashr manusia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya. Bekerja keras di sini tidak sekadar dipahami sebagai sebuah aktifitas dengan intensitas tinggi, melainkan lebih pada penekanan kualitas. Begitu juga dengan kebutuhan yang tidak sekedar bersifat fisik, namun mencakup juga dalam masalah spiritual. Hal ini tidak bersifat temporal, yang bisa dilakukan kapan saja sepanjang masa. Artinya, dalam makna ‘ashr adalah saat-saat yang dialami oleh manusia yang harus diisi dengan bekerja keras.
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh....(QS.Al ‘Ashr: 1-4)
Ayat ini mengindikasikan akan orang yang menyia-nyiakan dahrnya dari memenuhi kebutuhan spiritualnya. Ayat ini kemudian dibandingkan dengan ayat berikutnya yang memunculkan orang-orang yang beriman sebagai sebuah gambaran akan kualitas usaha akan keimanan mereka.

C.Tahapan Kejadian waktu
Seperti yang dikemukaan dalam KBBI tahapan perjalanan waktu terdiri atas, Masa Lalu, masa kini dan masa yang akan dating. Dalam tulisan yang sederhana ini akan dipaparkan poin penting dalam menafakuri perjalanan waktu. Pertama, masa lalu yang merupakan hal paling jauh menurut al-ghazali. Khalifah Umar pernah berkata “Hisablah sejauh mana amal kita sebelum nanti kalian dihisab. Ada tiga hal penting ketika menghisab amal lalu kita yaitu :
Amal baik ditingkatkan
Amal buruk ditinggalkan
Perbanyak Istigfar
Kedua, Masa Kini Maanfaatkan dengan sebaik mungkin dengan :
Iman
Amal Sholeh
Taushiyah (Dakwah)
Jangan Mubadzirkan dengan hal-hal yang melalaikan
Disiplin terhadap perjanjian waktu (ontime) dalam ibadah dan muamalah
Ketiga, Masa depan sesuai dengan firman Allah (Lihatlah dirimu apa yang akan diperbuat besok). Mengenai apa yang terjadi besok telah diungkapkan dalam Al-qur’an mengenai beberapa Tahapan Perjalanan hidup manusia yaitu : 1) Arwah,2) Rahim, 3) Dunia, 4) Barzakh, 5) Mahsyar, 6) Hisab, 7) Mizan , 8) Shirath, 8) Akhirat

D.Amal yang Menembus Ruang dan Waktu
Jika anak Adam meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).
Hadis di atas menjelaskan amal perbuatan seorang Muslim akan terputus ketika ia meninggal dunia, sehingga ia tidak bisa lagi mendapatkan pahala. Namun, ada tiga hal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan doa anak shaleh.
Dalam riwayat Ibn Majah, Rasulullah SAW menambahkan tiga amal di atas, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya amal dan kebaikan yang terus mengiringi seseorang ketika meninggal dunia adalah ilmu yang bermanfaat, anak yang dididik agar menjadi orang shaleh, mewakafkan Alquran, membangun masjid, membangun tempat penginapan bagi para musafir, membuat irigasi, dan bersedekah.” (HR Ibn Majah).
Menurut Imam al-Suyuti (911 H), bila semua hadis mengenai amal yang pahalanya terus mengalir walau pelakunya sudah meninggal dunia dikumpulkan, semuanya berjumlah 10 amal, yaitu:
1.ilmu yang bermanfaat,
2.doa anak shaleh,
3.sedekah jariyah (wakaf),
4.menanam pohon kurma atau pohon-pohon yang buahnya bisa dimanfaatkan,
5.mewakafkan buku, kitab atau Alquran,
6.berjuang dan membela Tanah Air,
7.membuat sumur,
8.membuat irigasi,
9.membangun tempat penginapan bagi para musafir,
10.membangun tempat ibadah dan belajar.
Kesepuluh hal di atas menjadi amal yang pahalanya terus mengalir, karena orang yang masih hidup akan terus mengambil manfaat dari ke-10 hal tersebut. Manfaat yang dirasakan orang yang masih hidup inilah yang menyebabkannya terus mendapatkan pahala walau ia sudah meninggal dunia.
Dari pemaparan di atas, sudah seharusnya kita berusaha mengamalkan 10 hal tersebut atau paling tidak mengamalkan salah satunya, agar kita mendapatkan tambahan pahala di akhirat kelak, sehingga timbangan amal kebaikan kita lebih berat dari pada timbangan amal buruk.
Allah SWT berfirman, ”Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS al-A’raf [7]: 8).

*Dikoleksi Oleh Ihsan Kamaludin Dari Berbagai Sumber

Senin, 14 Februari 2011

Ahmadiyah; Menelusuri Sejarah dan Ajarannya

Oleh;
Nizar A. Saputra
Pendahuluan
Akhir-akhir ini, Ahmadiyah menjadi pembicaraan yang hangat di kalangan umat Islam Indonesia. Berbagai pihak turut angkat bicara, mulai dari kalangan mendukung hingga yang menolaknya. Bahkan, para politisi pun angkat bicara. Pro-kontra ini lahir sebagai respon terhadap kekerasan-kekerasan yang terjadi terhadap Ahmadiyah di Cikeusik, Banten. Banyak yang menengarai adanya kekerasan terhadap Ahmadiyah dikarenakan fatwa MUI yang menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sempalan (sesat dan menyesatkan) di dalam Islam. Fatwa ini ditengarai, sebagaimana sering diungkapkan aktifis Islam liberal, sebagai factor utama terjadinya tindak kekerasan terhadap jama’at Ahmadiyah di beberapa daerah di Indonesia.
Biasanya, pembelaan terhadap Ahmadiyah yang dilakukan oleh aktifis Islam liberal didasarkan pada Hak Asasi Manusia, dalam hal ini adalah hak kebebasan untuk memeluk, meyakini dan menjalankan keyakinan beragama seseorang. Namun, menariknya, kalangan aktifis HAM juga tidak sedikit yang ikut berbicara tentang Ahmadiyah ini. Di antaranya……menurutnya, HAM sering disalah tafsirkan oleh beberapa orang untuk mendukung sebuah kasus. Dalam hal ini, pembelaan terhdap Ahmadiyah. Banyak orang yang membela Ahmadiyah atas nama HAM. Padahal katanya, HAM dalam hal ini hanya melindungi jama’ah Ahmadiyah dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa orang, bukan membela Ahmadiyah dalam hal beragama. Sebab, termasuk juga dalam kategori pelanggaran HAM, jika sebuah aliran atau kepercayaan telah menodai dan mencederai ajaran agama tertentu.
Menurut Saharuddin Daming, anggota KOMNAS HAM dan Kandidat Doktor di bidang hokum Universitas Hasanuddin Makasar, kita perlu memahami, bahwa HAM dan kebebasan akan berakhir, ketika system hokum mengaturnya. Misalnya, seseorang memiliki kebebasan untuk memakai helm atau tidak. Itu hak dia. Tapi, jika sudah ada peraturan yang mewajibkan mengenakan helm bagi pengendara motor, maka kebebasan dia berhenti sampai di situ. Jadi, kewajiban pakai helm itu tidaklah melanggar HAM.
Dari pernyataan Saharuddin tadi, dapatlah kita simpulkan, bahwa kebebasan beragama memang diperbolehkan. Namun, kebebasan itu juga terikat oleh aturan-aturan, dalam hal ini adalah aturan Negara di Indonesia. Dalam UUD ’45, pasal 29 ayat 1 memang dijelaskan bahwa Negara memeberikan kemerdekaan kepada warganya untuk memeluk dan manjalankan keyakinan yang dianutnya. Namun, yang menjadi permasalahan, jika sebuah keyakinan mengatasnamakan suatu agama tertentu, namun dalam ajarannya bertentangan dengan agama tersebut, tentunya secara akal sehat kita akan mengatakan bahwa keyakinan tersebut tidak berhak mengklaim dirinya sebagai bagian dari agama itu.
Nah, inilah yang terjadi antara Ahmadiyah dan Islam. Di satu sisi, Ahmadiyah mengatasnamakan dirinya bagian dari agama Islam. Namun, di saat yang sama prinsip kepercayaannya sangat bertolak belakang dengan Islam. Jika demikian, apakah Ahmadiyah bias disebut sebagai bagian dari Islam? Inilah permasalahnnya. Secara akal sehat, problem ini memang diluar logika. Akan tetapi, tidak bias lantas umat Islam bias seenaknya mengambil keputusan tindakan-tindakan anarikis, padahal tidak tahu menahu di mana letak pokok permasalahannya. Jika memang Ahmadiyah itu sesat dalam hal apanya? Berdasarkan apa? Tentu ini harus dicermati dan ditela’ah berdasarkan ilmu. Dengan begitu, ungkapan dan tindakan kita bias dipertanggung jawabkan, baik secara syar’I maupun hukum di Indonesia.
Apa dan bagaimana sebenarnya Ahmadiyah? Bagaimana sejarahnya? Benarkan mereka itu aliran sempalan (sesat dan menyesatkan) dalam Islam? Di bawah ini, insya Allah akan kami paparkan secara ringkas. Mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua!

Biografi Proklamator Ahmadiyah
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri Ahmadiyah, mempunyai banyak nama dan keturunan. Suatu keistimewaan buat dia, konon semua itu diperoleh dari Tuhannya. Bahkan yang lebih menarik lagi, Mirza Ghulam Ahmad menguasai banyak bahasa, antaranya: Bahasa Urdu, Inggris, Arab, Parsi, dan bahasa Ibrani. Dengan bahasa-bahasa itulah ia berdialog dengan Tuhannya.
Puteranya yang mashur, Bashiruddin Mahmud Ahmad (1899-1965) yang menduduki tahta khalifah kedua dalam jema'at Ahmadiyah, menulis tentang saat-saat kelahiran ayahnya;
"Hazrat Ahmad a.s. lahir pada tanggal 13 Pebruari 1835 sesuai dengan 14 Syawal 1250 hijrah, hari Jum'at pada waktu shalat shubuh, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian. Beliau lahir kembar, yakni beserta beliau lahir pula seorang anak perempuan yang tidak berapa lama meninggal dunia. Demikianlah sempurna kabar ghaib yang telah ada dalam buku-buku Agama Islam, bahwa Imam Mahdi akan lahir kembar. "
Oleh siapa dan pada siapa kabar ghaib lahir kembar itu telah disampaikan? Kemudian dalam buku-buku Agama Islam yang mana kabar itu dimuat, Tidak disebut oleh Bashir M.A. nama aslinya pendiri Ahmadiyah ini sebenarnya adalah Ghulam Ahmad. Kemudian terdapat di depan Ghulam Ahmad, sebuah nama lagi ialah Mirza. Dengan demikian nama kepanjangannya menjadi Mirza Ghulam Ahmad. Di antara ketiga sebutan tadi, hanya Ghulam sajalah yang tidak diperbincangkan. Sisanya yakni Mirza dan Ahmad, merupakan nama- nama yang mengandung arti dan tujuan yang istimewa.
Sebutan nama MIRZA adalah untuk menyatakan bahwa ayahnya keturunan dari MUGHAL (Moghol). Ayahnya itu adalah keturunan haji Barlas, raja daerah Kesh, yang jadi paman Amir Tughlak Taimur.(4). Konon, di tahun-tahun yang akhir dari kerajaan Keiser Babar, yakni pada tahun 1530 masehi, seorang Moghol bernama Hadi Beg meninggalkan tanah tumpah darahnya ialah Samarkhand dan pindah ke daerah Gurdaspur di Punjab."Hadi Beg ini termasuk dalam urutan keduabelas ke atas dari kakek-kakek Mirza Ghulam. Ayahnyalah yang memberitahukan pada Ghulam Ahmad akan nasabnya dengan dinasti Mongol.( 6)
Hanya saja, darah mongolnya ini tidak menjadi kebanggan bagi dirinya. Alasannya, pemberian nama “Mirza” bukan berasal dari Tuhan seperti halnya nama Ghulam Ahmad. Bahkan informasi yang diberikan ayahnya itu berbeda dengan yang dia terima dari Tuhannya yang mewahyukan padanya bahwa nenek moyangnya berdarah Parsi.
Penisbatannya terhadap nasab Parsi ternyata memiliki makna dan arti maupun motif yang sangat khusus. Ini dapat dilihat dari pernyataannya yang menyebutkan bahwa dirinya mendapat wahyu dari Tuhan; “Pegang teguhlah iman itu wahai anak Parsi”. wahyu ini, menurutnya adalah sebagai bentuk manfistasi hadits yang disabdakan oleh Nabi Muhammad kepada Salman al-Farisi: “Sekiranya keimanan menggantung di bintang Tsuraya, niscaya akan dicapai oleh laki-laki dari Parisi”. Laki-laki Parisi yang dimaksud adalah dirinya. Di sini Ghulam Ahmad ingin melegitimasi Bai’at yang dianjurkannya kepada Umat Islam, sebagaimana perintah Nabi terhadap Salman ketika itu.
Padahal Mirza Ghulam Ahmad bukan keturunan Parsi, ia ketu runan Moghol. Lebih-lebih lagi ia kelahiran India, berdomosili di India. Bahkan ayahnya maupun kakek-kakeknya sampai kepada Hadi Beg kakeknya yang keduabelas itu, berada di India. Abad enam-belas masehi mereka sudah di Hindustan. Sudah hampir tiga ratus tahun kakek-kakek Mirza Ghulam berurat berakar di India. Tigaratus tahun jauh daripada cukup untuk memberi titel pada ayah dan Mirza Ghulam Ahmad maupun pada kakek-kakeknya sebagai pribumi India. Ia harus dipanggil, tidak dengan panggilan "ya ibna Al-Faras"melainkan dengan panggilan "ya ibnul Hind" wahai anak Hindustan.
Begitulah nasab dan makna dari nama Mirza Ghulam Ahmad. Adapun dalam kehidupannya, semasa kecil, Ghulam Ahmad mendapat pendidikan agama secara tradisional dari keluarganya. Ia juga belajar bahasa Arab dan Persia. Mirza menempuh pendidikan kelas menengah di daerahnya. Ia belajar grammer, ilmu mantiq dan filsafat di bawah bimbingan Maulavi Fazl Ilahi, Maulavi Fazl Ahmad dan Maulavi Gul Ali Shah. Ia juga belajar medis yang didapatkan langsung dari ayahnya, seorang dokter berpengalaman. Selama menempuh kehidupan studinya, Mirza adalah seorang murid yang rajin.1
Dalam keseharian hidupnya, dia seringkali bermeditasi sejak usia muda. Dalam keadaan seperti itu, dia mengaku sering mendapat petunjuk langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala, seperti mendapat ma’rifat dalam dunia Sufi. Tetapi, dia sendiri tidak pernah dikenal sebagai sufi atau murid dari seorang guru sufi. Ketika 40 tahun (1880), ia menulis buku Barahin-I Ahmadiyah (argumentasi-argumentasi Ahmadiyah) yang berisi antara lain pengakuan dirinya sebagai al-Mahdi.
Sementara pada masa mudanya, Ahmad pernah tinggal di Balkot (India) mengikuti ayahnya yang sedang menyelesaikan perkara tanah. Ketika ayahnya wafat tahun 1876, Ghulam Ahmad kembali ke Qadian mengurus tanah milik keluarganya dan meneruskan kebiasaan lamanya, bermeditasi. Setahun kemudian, tepatny 1877, di Punjab (India) dia menyaksikan kebangkitan Arya Samaj dan Brahma Samaj, yakni gerakan kesadaran umat Hindu. Peristiwa tersebut menimbulkan semangat Ghulam Ahmad untuk membangkitkan suatu gerakan dalam Islam.
Pada tanggal 4 Maret, 1889, Ahmad mengumumkan dirinya sebagai al-Mahdi dan memberi petunjuk agar manusia melakukan bai’at padanya. Bai’at pertama dilakukan oleh dua puluh orang pengikutnya di Ludiana, dekat Qadian, India. Salah seorang diantaranya adalah Maulwi Nuruddin yang kelak menjadi khalifah pertama sepeninggal Ahmad.
Ada yang menarik dari sosok Mirza Ghulam Ahmad. Jika kita telusuri daya ingat, watak dan kesehatan fisiknya semasa hidupnya, Mirza berada dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Sejak masa kanak-kanak Mirza adalah anak yang sangat sederhana. Ia tidak menaruh perhatian pada masa keduniaan dan nampak agak sedikit linglung. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya memutar arlogi. Ketika ia harus mengetahui waktu, ia mengeluarkan arloginya dari saku bajunya dan mulai menghitung dari angka satu. Meskipun demikian, saat ia menghitung dengan menggunakan jarinya, ia tetap menghitung dengan suara keras supaya tidak lupa. Untuk mengetahui waktu, ia tidak bisa hanya dengan melihat arloginya. Karena begitu linglungnya, ia bahkan merasa kesulitan untuk membedakan antara sepatu sebelah kiri dan kanan. Mirza Bashir Ahmad menuliskan;

“Suatu saat ada seorang yang membawa gurgabi (sepatu yang biasa dipakai di daerah Punjab). Mirza memakainya, tetapi ia tidak bisa membedakan mana yang sebelah kanan dan mana yang kiri. Ia sering memakai sepatu dengan kaki yang salah sehingga ia merasa kurang nyaman. Kadang-kadang ketika ia diperingati untuk memakai sepatu dengan benar supaya tidak merasa sakit, ia akan mudah terasinggung dan mengatakan bahwa orang-orang tidak ada yang baik. Ibunya mengatakan bahwa ia telah memasang tanda yang menunjukkan sebelah kanan dan kiri yang diletakan di atas sepatunya supaya ia merasa nyaman tetapi ia tetap keliru memakai sepatu. Akhirnya ibunya melepaskan tanda tersebut.”
Itu daya ingatnya sang Nabi (palsu) Ahmadiyah. Sedangkan kondisi fisiknya, Mirza semasa mudanya sering mengalami histeria sehingga ia tearkadang jatuh pingsan tak sadarkan diri akibat penyakit saraf yang dideritanya. Ironisnya, penyakit itu Ia tafsirkan sebagai kegalauan jiwa. Mirza memang orang yang hidupnya didera dengan banyak penyakit. Ia menyatakan sendiri sering sakit kepala, pusing, insomnia, detak jantung yang tidak normal dan diabetes. Ia bahkan sering kencing seratus kali dalam sehari atau semalam. Karena sering buang air kencing, Mirza biasa mengantongi kelereng dari tanah liat di sakunya. Ia juga biasa membawa bongkahan gula karena ia sangat suka makan permen.

Nama Ahmadiyah
Penamaan ini didasarkan pada pembawa dan pendiri aliran ini, Mirza Ghulam Ahmad. Ahmad adalah nama pembawa ajaran ini, sedangkan Ahmadiyah adalah nama alirannya. Perlu kita ketahui bahwa nama "AHMADIYAH" bukan pertama kalinya ada setelah Mirza Ghulam Ahmad membentuk atau mengadakannya. Jauh-jauh sebelum Mirza Ghulam dikenal, nama Ahmadiyah itu telah ada. Ketika Mirza Ghulam masih bocah jadi masih belum ada apa-apa padanya, Sir syed Ahmad Khan, (1817-1898) pendiri Aligarh yang mashur itu, pada tahun 1842 membukukan hasil-hasil kuliyah-kuliyahnya dengan judul: "Al-Khutbatu-Al-Ahmadiyah" Ketika itu Mirza masih berumur kurang lebih tujuh tahun.
Bahkan jauh-jauh lagi di belakang syed Ahmad Khan, kira-kira 600 tahun sebelum Mirza Ghulam lahir, nama Ahmadiyah itu telah ada. Syed Ahmad al-Bedawi, seorang pejuang Islam yang mashur, mendirikan suatu Thariqat yang menggunakan nama beliau sendiri, ialah Ahmadiyah atau Bedawiyah.
Sebenarnya, bagi Mirza Ghulam Ahmad, adalah lebih tepat bila gerakannya itu memakai nama "Mirzaiyah" atau "Qadianiah." Tetapi ia dan pengikut-pengikutnya tidak menghendaki nama-nama itu. Menurut salah satu tokoh Ahmadiyah Indonesia, nama 'Ahmadiyah Qadian' itu selalu digunakan oleh orang -orang yang memusuhi Ahmadiyah. Jadi bukan nama yang tepat beliau ambil sesuai dengan kebenaran tetapi yang made in orang lain itu yang dipilihnya. Maka yang benar ialah yang resmi digunakan oleh orang-orang Ah madiyah sendiri terhadap gerakannya yakni gerakan Ahmadiyah atau Ahmadiyah movement. Hal ini bisa dilihat misalnya dari pernyataan Hazrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifah al-Masih IV;
Aku ingin menarik perhatian kalian kepada sebuah bahtera lainya yang telah dibuat di bawah mata Allah dan dengan pengarahanNya. Kalian adalah bahtera itu, yakni Jemaat Ahmadiyah...
Lebih dari itu, Ahmadiyah juga sering menempelkan label Islam di belakangnya. Penamaan ini diberikan untuk membedakan dengan Islam lainnya;
Pada tahun 1901, akan diadakan sensus penduduk di seluruh India. Maka Hazrat Ahmad as. Menerbitkan sebuah pengumuman kepada seluruh pengikut beliau untuk mencatatkan diri dalam sensus tersebut sebagai Ahmadi Muslim. Yakni, pada tahun itulah Hazrat Ahmad as. telah menetapkan nama Ahmadi bagi para pengikutnya beliau as., untuk membedakan diri dari orang-orang Islam lainnya. Mirza Ghulam Ahmad ini telah meny atakan dirinya sebagai Organisasi bentukan Tuhan, sebagai Islam sejati dan sebagai "illa wahidah" hanya satu yang masuk sorga dari 73 pecahan ummat Islam itu. Karenanya, kedudukan illa wahidah pada gerakan Ahmadiyah itu, telah mendorong orang-orang Ahmadiyah untuk tugas suci mengIslamkan kembali kaum Muslimin, atau dengan kata lain, meng"ahmadiyah"kan mereka.
Pertanyaannya adalah, mengapa Mirza Ghulam Ahmad memakai nama Ahmadiyah untuk alirannya? Padahal lebih layak sebenarnya dia menyebut alirannya dengan nama Mirzaiyah atau Qadianiyah. Jika kita tarik hipotesa dari pemaparan di atas ada beberapa kemungkinan. salah satunya, bisa saja dia gunakan nama itu agar lebih familier atau dapat diterima di kalangan umat Islam, terutama Umat Islam di India. Terlebih lagi, tokoh-tokoh di India saat itu, sebagaimana disebutkan di atas, telah menggunakan nama ini (Ahmadiyah), dan masyarakat India kala itu menerima keberadaan tokoh (red. Syir Syed Ahmad Khan dan Ahmad Badawi) itu.

Ajaran Ahmadiyah Versus Islam
Prinsip pokok dalam ajaran Ahmadiyah adalah pengakuan adanya Nabi baru setelah Nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Mirza Ghulam Ahmad yang menjadi pendiri aliran ini pada awalnya hanya mengaku al-Masih al-Mu’ud. Namun, dalam perjalanannya, dia mengaku telah mendapat wahyu dari Allah. Karena dia mengaku mendapat wahyu, dia menamakan dirinya sebagai Nabi. Bahkan dalam beberapa buku karangannya, dia secara terang-terangan menyebut dirinya Rasul, Penjelmaan (reinkarnasi) dari sosok Muhammad.
Al-Masih al-Mau’ud yang ada dalam hadits Nabi Saw adalah Isa ‘alaih al-Salam. Sedangkan al-Mahdi adalah Imam yang diisyaratkan oleh Nabi Muhammad saw, akan datang di akhir jaman untuk membebaskan manusia dari kesesatan dan kemaksiatan. Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya adalah al-Masih al-Mau’ud sekaligus juga al-Mahdi. Dalam buku yang ditulis oleh salah satu tokoh Ahmadiyah dengan judul Syarif Ahmad Saitama Lubis, Dari Ahmadiyah untuk Bangsa, (2007;69-70), disana ditulis;
Imam Mahdi dan Isa yang dijanjikan adalah seorang nabi yang merupakan seorang nabi pengkit atau nabi ikutan dengan ketaatannya kepada YM Rasulullah saw yang akan datang dan mengubah masa kegelapan ini menjadi masa yang terang benderang. Dan apabila Imam Mahdi itu sudah datang, maka diperintahkanlah umat Islam untuk menjumpainya, walaupun harus merangkak di atas gunung…….
Dalam perkembangan sejarah, pada tahun 1879 Mirza Ghulam Ahmad a.s. menulis buku Braheen Ahmadiyya. Pada saat itu,Mirza Ghulam Ahmad a.s. belum menyampaikan pendakwaan. Namun ketika menulis kitab itu, sebenarnya sudah menerima wahyu. ‘Kamu itu nabi, kamu itu nabi! Da dipernitahkan mengambil bai’at, tapi masih belum bersedia.
Dalam bukunya, Eik Ghalthi Ka Izalah, ada tertulis penjelasan terhadap ayat al-Quran;
محمّد رسول الله والذين معه أشدّاء على الكفّار رحماء بينهم
Mirza Ghulam Ahmad menyatakan; “Siapa yang dimaksud dengan “Muhammad” dalam ayat tersebut, yakni; dalam wahyu ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutku Muhammad dan Rasul. Dalam esai berikutnya, lagi-lagi Mirza Ghulam Ahmad menegaskan kembali bahwa dirinya adalah penjelmaan Muhammad. Dia menyatakan; “Dan dua puluh tahun yang lalu, sebagai tersebut dalam kitab Barahin Ahmadiyah Allah ta’ala sudah memberikan nama kepadaku, dan menyatakan aku wujud beliau juga.
Dengan redaksi yang hamper mirip, di halaman berikutnya Ghulam Ahmad kembali menegaskan; “…Dalam hal ini wujudku tidak ada, yang ada hanyalah Muhammad Mustafa SAW, dan itulah sebabnya aku dinamakan Muhammad dan Ahmad
Dalam Majalah Bulanan resmi Ahmadiyah juga pernah dimuat tulisan yang isinya sebagai berikut; “Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku Rasul-Nya, karena sebagaimana sudah dikemukakan dalam Braharin Ahmadiyah, Tuhan Maha Kuasa telah membuatku manifestasi dari semua Nabi, dan memberiku nama mereka. Aku Adam, Aku Seth, Aku Nuh, Aku Ibrahim, Aku Ishaq, Aku Ismail, Aku Ya’qub, Aku Yusuf, Aku Musa, Aku Daud, Aku Isa dan Aku adalah Penjelmaan sempurna dari Nabi Muhammad saw yakni aku adalah Muhammad dan Ahmad sebagai refleksi (Haqiqatul Wahyi, hal. 72).
Beberapa kutipan di atas cukup memberikan data dan bukti, bahwa Ajaran Ahmadiyah memang bertolak belakang dengan Islam. Ada beberapa kerancuan (confusion) dari pemikiran-pemikiran dan pernyataan-pernyataan Mirza Ghulam Ahmad jika dihubungkan dengan ajaran Islam. Pertama; Mirza Ghulam Ahmad menyebut dirinyaDalam Islam, sebagaimana dijelaskan dalam Qs. 33: 40, dan beberapa hadits, tidak ada lagi Nabi setelah Muhammad shallalahu ‘alaihi wa sallam; belaiu adalah penutup para nabi,

Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Qs. Al-Ahzab: 40)
Dari Mut'im r.a. katanya: Rasulullah Saw bersabda 'Sesungguhnya aku mempunyai beberapa nama Aku Muhammad, Aku Ahmad , Aku yang penghapus karena aku, Allah menghapuskan kekafiran, Aku pengumpul yang dikumpulkan manusia dibawah kekuasaanku dan aku pengiring yang tiada kemudianku seorang Nabipun. (HR. Muslim)
Hubunganku dengan kenabian sebelumku seperti layaknya pembangunan suatu istana yang terindah yang pernah dibangun. Semuanya telah lengkap kecuali satu tempat untuk satu batu bata. Aku mengisi tempat tersebut dan sekarang sempurnalah istana itu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pengakuan akan adanya Nabi setelah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. Semenjak zaman Nabi Muhammad pun sudah ada.. Nama Musailamah al-Kadzdzab dari Yalamlam merupakan nama yang banyak dikenal oleh orang Muslim karena pengakuan palsunya sebagai nabi. Ketika Nabi Muhammad wafat, pengakuannya sebagai nabi mencuat kembali di semenanjung Jazirah Arab. Musailamah yang tadinya sudah memeluk Islam, kembali lagi memproklamirkan sebagai nabi, disusul dengan Aswad al-Insa dan Thulaihah ibn Khuwailid al-Asadi. Khalifah Abu Bakar pun langsung mengambil tindakan memerangi mereka. Musailamah pun mati di tangan Wahsy bin Harb. Tindakan Abu Bakar memerangi para nabi paslu tersebut didasarkan pada kesesatan mereka. Sebab memang pengakuan sebagai nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,bertentangan dengan dalil-dalil seperti yang disebutkan sebelumnya.
Ahmadiyah dengan prinsip pokoknya, bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah nabi mereka, merupakan fenomena lama dalam sejarah Islam, namun dengan wujud baru. Dikatakan fenomena lama, karena memang apa yang dilakukan Mirza Ghulam Ahmad sama dengan para nabi-nabi palsu dahulu. Dengan Musailamah al-Kadzdzab misalnya. Dahulu,untuk membuktikan dirinya nabi, dia menyodorkan beberapa bait yang dikalimnya sebagai wahyu. Cara yang dilakukannya adalah dengan cara meniru dan memelintir ayat-ayat al-Quran. Peniruan dan pelintiran terhadap ayat-ayat al-Quran seperti yang dilakukan Musailamah, akan banyak kita temukan dalam kitab Tadkirah yang diklaim Mirza Ghulam Ahmad sebagai wahyu dari Allah. Di sinilah mengapa saya menyebut Ahmadiyah adalah fenomena lama dalam sejarah Islam dalam bentuk dan wujud yang baru. Dari sinilah kesesatan Ahmadiyah, jika menyebut dirinya sebagai bagian dari Islam. Pengakuan adanya nabi setelah Nabi Muhammad, dan adanya wahyu setelah al-Quran merupakan indikasi kuat sesatnya Ahmadiyah.
Memang, pengakuan adanya nabi setelah Nabi Muhammad dan adanya wahyu setelah al-Quran, apalagi jika ditambahkan dengan pengakuan adanya syariat baru yang menghapus syariat Nabi Muhammad, merupakan indikasi yang sangat mudah untuk menyebutnya sesat dan menyesatkan dalam Islam, hatta orang awam sekalipun. Karenanya, tidaklah heran jika pada kemunculannya, Ahmadiyah segera mendapat protes besar-besaran dari umat Islam, di India khususnya, umumnya di belahan dunia.
Pada tahun 1933 di kota Lahore India, terjadi huru-hara. Pada mulanya para Ulama bersama-sama kaum muslimin yang dikenal dengan sebutan - Golongan Ahrar - mengajukan appeal pada Pemerintah agar aliran Qadiani atau yang lebih dikenal dengan nama: AHMADIYAH, dinyatakan sebagai aliran non Islam.Suasana hangat dalam pertemuan itu, kiranya telah menembus ke luar gedung meliputi massa kaum Muslimin yang sedang menunggu hasil hasilnya. Kegelisahan pada mereka telah merata, kesabaran telah lenyap, dan tanpa menanti lebih lama lagi, mereka mulai bergerak turun ke jalan-jalan mengadakan demonstrasi. Kemarahan dan emosi membawa mereka, bagaikan arus yang menyisihkan setiap rintangan di depan bahkan kekerasanpun terjadi di sana-sini.
Huru-hara itu begitu dahsyat, sehingga penanganannya pun harus diselesaikan dengan cara militer. Pemerintah India ketika itu menurunkan pasukan militer untuk meredam dan menghentikan aksi protes besar-besaran umat Islam. Tidak sedikit dari umat Islam yang menjadi korban.
Tiga tahun kemudian setelah terjadinya peristiwa Ahrar tersebut, DR. Mohammad Iqbal, Failosoof dan Pujangga besar Islam mengirim sepucuk surat pada Pandit Nehru, dimana beliau mengutarakan pendiriannya terhadap Ahmadiyah. Isi dari surat beliau tersebut yang bertanggal 21 Juni I936, berbunyi:
"Sahabatku Pandit Jawahar Lal,

Terima-kasih atas surat anda yang telah kami terima kemarin. Pada saat saya menulis jawaban atas artikel-artikel anda, saya merasa yakin bahwa anda tidak menaruh minat apapun terhadap sepak-terjang orang-orang Ahmadiyah itu. Kendatipun demikian adanya saya menulis juga jawaban tersebut, ialah semata-mata didorong untuk membuktikan, terutama pada anda, bagaimana sikap loyalitas kaum Muslimin di satu pihak, dan bagaimana sebenarnya tingkah laku yang ditontonkan oleh gerakan Ahmadiyah itu. Setelah diterbitkan risalah kami, saya mengetahui benar-benar bahwa tidak seorang Muslimpun yang berpendidikan, menaruh perhatian atas asal-usul maupun perkembangan ajaran ajaran Ahmadiyah. Selanjutnya perihal artikel-artikel yang anda tulis itu, bahwasanya bukan saja penasihat-penasihat Muslim anda yang berada di Punjab yang merasa cemas, bahkan hampir di seantero negeri mereka semua cemas. Hal ini lebih membuat mereka gelisah, bila memperhatikan bagaimana orang orang Ahmadiyah bersorak-sorai karena artikel anda itu. Tentu saja dalam hal ini surat kabar Ahmadiyah banyak membantu sepenuhnya timbulnya prasangka dan kecemasan-kecemasan itu. Namun demikian, pada akhirnya saya sungguh bergembira bahwasanya anda tidak sebagaimana yang kami cemaskan itu.
Pada tanggal 15 Mei 1953 di kota Lahore Pakistan, seorang Ulama besar, syed Abul A'la al-Maududi, karena menyerang keras aliran Qadiani (Ahmadiyah) dan bersama-sama kaum muslimin menuntut agar pengikut -pengikut Ahmadiyah dinyatakan sebagai golongan non-muslim, oleh pengadilan militer di Lahore, beliau dan seorang Ulama bernama Maulana Niazi, dijatuhi hukuman mati!
Melihat situasi yang semakin panas itu, pemerintah cepat-cepat turun tangan, mengambil langkah mendatangi Syed Maududi di tempat tahanannya, menawarkan pada beliau kesempatan untuk mohon ampun dan mohon dikasihani. Namun dengan sikap yang berani dan tegas, beliau berkata:"Tidak, lebih baik aku mati daripada merendah-rendah diri di hadapan suatu Tyran. Jika ini sudah Takdir Allah, aku dengan segala keikhlasan menerimanya. Akan tetapi jika ini bukan KehendakNya, maka ketahuilah! Jangan coba-coba menyakiti diriku."
Pada tanggal 8 Juni 1974, di Islamabad Pakistan, telah terjadi demonstrasi kemarahan kaum Muslimin yang mencapai klimaksnya. Kali ini peristiwa itu lebih banyak makan korban harta benda dan jiwa. Di tahun ini pula Rabhitah Alam Islamy telah me-non-Islamkan [meng-kafirkan] Ahmadiyah dan sekaligus melarang angauta-anggautanya naik haji. Keputusan ini diambil atas dasar-dasar pertimbangan serta penelitian yang seksama akan bentuk hakiki dari gerakan Ahmadiyah itu. Ulama-ulama di Pakistan, India, atau dimana saja, melihat gerak-gerik Ahmadiyah tidak lagi dari segi-segi lahirnya, akan tetapi pada segi segi bagian dalamnya.
Sebaliknya dari peristiwa 1974 itu, gerakan Ahmadiyah sendiri mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda. Golongan ini berkata:
"Rahasia di-non-Islamkannya Ahmadiyah, ialah sebagaimana yang diberitakan oleh harian - Imroz Lahore Pakistan, seperti berikut ini: Chiniot, 16 November (74). Menteri Kehakiman Propinsi merangkap urusan Parlemen, Sadar Asghar Ahmad, dihadapan rapat akbar di Jerwala mengatakan, bahwa partai rakyat (yang berkuasa di Pakistan sekarang) telah berhasil menyelesaikan masalah "Khataman Nubuwah" dengan cara yang amat bijaksana. Penyelesaian masalah ini merupakan kejadian besar sesudah peristiwa Karbala yang tercatat dalam sejarah Islam. Perdana Menteri Ali Butto telah berhasil menghancurkan siasat pemimpin pemimpin opposisi dengan menyelesaikan masalah Qadiani itu."

Dari sinilah Ahmadiyah mengalami perpecahan. Pertama; Ada Ahmadiyah Qadiani, yang tetap dengan prinsipnya Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi. Kedua; Ada Ahmadiyah Lahore yang memperbaharui prinsip pokok Ahmadiyah awal . Jika Qadiani masih menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, Lahore tidaklah demikian. Lahore menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai mujaddid (pembaharu). Perubahan prinsip pokok keyakinan Ahmadiyah Lahore ini faktornya adalah adanya demontrasi dan fatwa bahwa Ahmadiyah bukanlah Islam (kafir). Mereka masih ingin Ahmadiyah tetap menjadi bagian yang diakui dalam Islam, tapi dengan nama yang tetap sama, figur teladan yang sama (Mirza Ghulam Ahmad).
Adanya perubahan prinsip keyakinan di Ahmadiyah Lahore ini tentunya ada tujuan tertentu. Mungkin salah satunya, seperti disebut di atas, agar bisa diterima oleh umat Islam dan atau minimal tekanan dari umat Islam tidak terlalu keras. Namun, hendaknya kita tidak terpengaruh dengan taktik yang dilakukan oleh Ahmadiyah. Kalaupun mereka menganggap Mirza Ghulam Ahmad bukan sebagai nabi melainkan hanya sebagai mujaddid yang diisyaratkan nabi akan muncul dalam kurun waktu satu abad sekali. Akan tetapi, tetap saja aliran ini bisa kita katakan dhaal-mudhallun, sebab mereka mengikuti Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku nabi. Wallahu A’lam bi al-Shawab

Minggu, 06 September 2009

MENGUNGKAP RAHASIA BENCANA ALAM

Oleh
Ihsan Kamaludin*

BENCANA ALAM DARI PRESFEKTIF ILMIYAH
Bencana alam dapat kita lihat dari dua arah yaitu prespektif ilmiyah dan aqidah. Dari presfektif ilmiyah Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh gejala alam. Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada Bumi. Namun hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan segala produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru bisa menyebutnya sebagai bencana. Sebagai misal, jika suatu hantaman tsunami sedahsyat tsunami tanggal 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam menerpa pantai-pantai dan pulau-pulau yang tidak berpenghuni atau tidak terdapat lahan-lahan budidaya, maka kita akan menganggap kejadian tersebut hanya sebagai gejala alam biasa. Tetapi suatu longsoran kecil saja yang mengubur hanya sebuah rumah telah kita anggap sebagai bencana alam.
Bencana alam, dilihat dari penyebabnya, dapat dibedakan atas sedikitnya tiga jenis yaitu geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial. Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh faktor yang bersumber dari Bumi, seperti gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi. Secara spesifik dari sudut pandangbahan dan tempat, dalam kategori ini termasuk pula longsor dan berbagai gerakan tanah. Bencana klimatologis adalah bencana yang diakibat kan dari iklim, suhu, air, api dan udara. Contohnya Banjir, badai, angin ribut (Topan, tornado, puting beliung), kekeringan,kebakaran hutan. Jenis bencana yang ketiga adalah bencana akibat dari hantaman benda langit di luar bumi seperti meteor dan asteroid. Benda ini bias mengakibatkan kawah bila sampai ke bumi bahkan bisa menghancurkan sebuah kota sebagaimana dihancurkanya oleh bom atom.
Berbagai daerah di Indonesia merupakan titik rawan bencana, terutama bencana gempa bumi, tsunami, banjir, dan letusan gunung berapi. Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Sewaktu-waktu lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara.
Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 25 Daerah Wilayah Rawan Gempabumi Indonesia yaitu: Aceh, Sumatera Utara (Simeulue), Sumatera Barat - Jambi, Bengkulu, Lampung, Banten Pandeglang, Jawa Barat, Bantar Kawung, Yogyakarta, Lasem, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kepulauan Aru, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sangir Talaud, Maluku Utara, Maluku Selatan, Kepala Burung-Papua Utara, Jayapura, Nabire, Wamena, dan Kalimantan Timur.
Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur The Pasicif Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Ia membentang dari mulai pantai barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zone kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat banyak.
Untuk mengetahui kapan gempa bumi akan terjadi merupakan pekerjaan yang sulit. Hal ini dikarenakan gempa dapat terjadi secara tiba-tiba di manapun asalkan masih berada dalam zona kegempaan bumi. Maka dari itu yang masih mungkin dilakukan adalah melakukan sistem peringatan dini (early warning sytem) yang berfungsi sebagai "alarm" darurat jika sewaktu-waktu datang gempa secara tak terduga. Implementasi sistem ini bisa diterapkan dengan memasang rangkain seismograph yang tersambung dengan satelit. National Ocean and Atmospheric Administration (NOAA) USA misalnya, telah menggunakan sensor bernama DART (Deep Oceaan Assesment and Reporting) yang mampu mengukur perubahan gelombang laut akibat gempa bumi tektonik.
Akibat utama gempa bumi adalah hancurnya bangunan-bangunan karena goncangan tanah. Jatuhnya korban jiwa biasanya terjadi karena tertimpa reruntuhan bangunan, terkena longsor, dan kebakaran. Jika sumber gempabumi berada di dasar lautan maka bisa membangkitkan gelombang tsunami yang tidak saja menghantam pesisir pantai di sekitar sumber gempa tetapi juga mencapai beberapa km ke daratan.
Korban jiwa terbesar akibat gempa bumi Indonesia terjadi di Nias pada bulan Maret 2005 sebanyak 300 jiwa. Sementara korban jiwa gempabumi yang kemudian membangkitkan tsunami terbesar memakan korban jiwa terjadi di Aceh dan Sumut pada Desember 2004, sebanyak 250.000 jiwa. Gempa Jogja pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2 pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan tempat tinggal. Yang terupdate gempa tasikmalaya pada tanggal 2 September 2009 pada skala 7,3 skala richter dengan episentrum 70 KM dari selatan Tasikmalaya. Korban mencapai 49 orang 40 orang hilang tertimbun longsor dan ribuan rumah rusak parah.
Dengan sifat bencana alam geologis yang seakan-akan “mendadak dan tidak teratur” sehingga usaha-usaha prediksi masih belum berhasil, maka usaha yang paling baik dalam mengantisipasi bencana alam adalah dengan mitigasi. Mitigasi dapat berarti mengurangi kerugian yang timbul oleh peristiwa bencana alam. Beberapa pendapat mengartikannya sebagai “menjinakkan” atau “melunakkan” bencana alam.
Pada prinsipnya mitigasi adalah usaha-usaha baik bersifat persiapan fisik maupun non-fisik dalam menghadapi bencana alam. Persiapan fisik dapat berupa penataan ruang kawasan bencana dan kode bangunan. Sedangkan persiapan nonfisik dapat berupa pendidikan tentang bencana alam: mengenali gejala-gejala bencana alam; bagaimana reaksi ketika bencana terjadi setelah bencana terjadi; dan di antara dua kejadian bencana, selain usaha-usaha memprediksi bencana alam, menghilangkan kejadian, atau menghilangkan ketidakaturan bencana alam. Bila akhirnya semua usaha antisipasi bencana tersebut tidak berhasil, reaksi terakhir adalah “alihkan tanggung jawab kepada Yang Di Atas” (Sampurno 2004: 1).


BENCANA DARI PRESFEKTIF AQIDAH
Allah Subhanauwataala menciptakan alam dan semesta ini merupakan kuasa-Nya yang tidak tertandingi. Matahari, Bulan, bintang, bumi dengan segala isinya terkoordinasi dengan baik dalam pengaturan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan sunnatullah. Allah tidak akan menciptakan semua yang ada di alam ini sia-sia. Proses penciptaan sampai kejadian bencana merupakan bahan tafakur untuk dijadikan hikmah yang besar. Jadi ketika ada sebuah bencana dari segi aqidah kita meyakini ada yang merupakan sunnatullah dan ada yang diakibatkan oleh tangan-tangan manusia.
Bagi orang yang berakal, Sunnatullah merupakan ketetapan Allah yang berlaku untuk keteraturan Alam semesta. Salah satunya Bumi dengan gunung-gunungya. Dalam surat An-Naba : 6-7 disebutkan bumi sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasak-pasaknya. Bambang Pranggono (2005:40) mengungukapkan fungsi gunung adalah pasak bumi yang memancang ke bawah tanah dengan kokoh. Ini sebuah konsep tentang gunung yang sangat mutakhir dan baru dikenal. Para ahli geofisika, baru 20 tahun yang lalu menemukan teori lempeng tektonik (plate tectonic) yang menyebabkan asumsi bahwa gunung berperan menghentikan gerakan horizontal lithosfer.
Padahal, Alqur’an telah lebih dahulu menjelaskanya dalam surat An-Nahl : 15 yaitu ”dan dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi tidak goncang bersama kamu,..Rasulullah saw. Bersabda, ”tatkala Allah menciptakan bumi, bumi bergoyang dan menyentak, lalu Allah menenangkanya dengan gunung.” bagaimana mungkin Nabi Saw. Yang buta huruf dan hidupnya di abad ke-6 di tengah masyarakat padang pasir, bisa mengetahui tentang gerakan horizontal lithosferr bumi yang berfungsi menstabilkan goncangan. Subhanallah. Tabrakan antar lempeng lihtosfer bisa menyebabkan gempa bumi ataupun akan memicu terjadinya gunung meletus yang membahakan umat manusia.
Bencana Alam juga bisa terjadi akibat ulah dari tangan-tangan manusia.bencana alam merupakan pekerjaan manusia yang merusak lingkungan. seperti ini banjir selain diakibatkan hujan bisa terjadi jika manusia membuang sampah ke sungai dengan kuantitas tinggi. Contoh lain penebangan hutan secara ilegal dapat merusak tatanan hutan dan tanah sebagai paru-paru bumi sehingga berefek pemanasan global, longsor dan banjir bandang.
Bahkan pada zaman sebelum Nabi, umat yang merusak akidah islam dengan menyembah berhala-berhala dan berbuat maksiyat mendapat siksa langsung berupa bencana-bencana hebat. Umat nabi Nuh (QS. Al Qamar 9-13) dan Kaum Saba yang durhaka diberi bencana banjir yang menengelamkan kaumnya. Kaum Aad dan Tsamuud diberi bencana angin ribut dan gempa (QS. Fushilat 16). Adzab bagi kaum (bangsa sudum) Luth as. di awali dengan petir, kemudian, petir tersebut membuat goncangan yang menjadikan tanah kaum Luth as. terbalik dan terkubur, dan petir itupun membawa batu-batu yang menghujani mereka. ; Firaun dan bala tentaranya ditenggelamkan di laut Merah lantaran mendustakan Nabi Musa a.s.,(QS. As Syuara 63-65)

SEBUAH RENUNGAN
Itulah beberapa hikmah dari bencana-bencana yang menimpa umat terdahulu. Pada Umat Nabi Muhammad yang kafir tidak langsung diadzab, melainkan ditunda hingga hari kiyamat. Allah SWT berfirman:“Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Al Qur’an) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih. Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS. Al Anfal 32-33).
Bencana alam sebagai sebuah musibah yang musibah itu merupakan ujian dari Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda:“Manusia yang paling berat ujiannnya adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang terbaik lalu yang terbaik; seseorang diuji sesuai dengan tingkat agamanya. Dan tidaklah ujian itu menimpa seorang hamba hingga Dia membiarkannya berjalan di muka bumi tanpa kesalahan” (HR. Al Baukhari). Ujian itu saya simpulkan ada tiga rahasia besar. Pertama, Merupakan ajang bagi kita untuk meningkatkan keimanan atas kekuasaan Allah. Betapa mudah bagi Allah menghidupkan, mematikan, menciptakan dan menghancurkan alam semesta. Maka, kita harus bersiap-siap menyediakan amal shalih agar jangan ditunda-tunda. Segera lakukan kebaikan bagi diri dan lingkungan sebelum Allah dengan tiba-tiba menipakan bencana kepaada kita. Kedua, Bencana tersebut harus kita sikapi dengan penuh kesabaran dan rasa optimisme. Allah pasti menyimpan hikmah dan pelajaran yang berharga bagi kita. Jangan pernah menyerah dan berputus asa. Sabar bukan berdiam diri tapi Esensi dari kesabaran adalah kekuatan mental dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dan perjuangan. Jika kita berhasil melewati semua maka kita akan mendapatkan berkah, rahmat dan petunjuk dari Allah sebagaimana firman-Nya:“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun” Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah 155-157).
Ketiga, Merupakan ajang untuk mewujudkan kepekaan sosial bagi saudara-saudara yang tertimpa musibah. Kaum muslimin yang melihat saudara-saudara mereka tertimpa bencana alam, sudah semestinya ikut prihatin dan memberikan bantuan baik moril maupun materil sebagai sebuah perwujudan ukhuwwah Islamiyah. Rasulullah saw. bersabda: “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam kehangatan dan kasih sayang di antara mereka dan hubungan baik satu sama lain di antara mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotra tubuh mengeluh, maka akan ikut mengaduh seluruh jasad dengan demam dan tak bisa tidur“.

* Selesai pada hari ke-4 Pasca Gempa Tasikmalaya

Senin, 17 Agustus 2009

REFLEKSI JIHAD PARA PAHLAWAN INDONESIA

Oleh : Ihsan Kamaludin*

“ Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawanya”
- Bung Karno -

Di tahun 2009 pada bulan Agustus, masyakarat Indonesia tidak lepas dari perayaan rutin memperingati kemerdekaanya. Sebuah ritual rutin dalam mensyu kuri nikmat kemerdekaan setelah lama dan derita dizalimi oleh kaum Imperialis. Gerakan imperialisme atau penjajahan sebagaimana dikatakan Ahmad Mansur (2008) itu muncul pada abad ke-15 tahun 1497 yang digagas awalnya oleh Paus Alexander VI. Paus ini atas Nama Kerajaan Katolik memerintahkan dua negara menguasai dunia. Pertama, Portugis ditugaskan untuk menguasai belahan timur salah satunya Indonesia. Kedua, Spanyol diperintahkan untuk menguasai dunia belahan Barat. Tujuan imperialsme itu sendiri adalah 3G : Gold (kekayaan), Gospel (Ajaran) dan Glory (kejayaan).
Pada abad ke-16 tahun 1511 dinyatakan bahwa negara di luar gereja adalah negeri biadab. Dan wilayahnya dikenal dengan istilah terranollius; negara tak bertuan. Kemudian misi mereka sering mereka sebut dengan mision-scary tetapi gerakanya gerakan genocide atau pembantaian. Di Indonesia perlawanan terhadap para penjajah cukup menggemparkan. Tercatat para mujahid-mujahid muslim dengan gigihnya mengusir penjajah hengkang dari tanah air. Bahkan, bangsa kolonial, baik portugis, Inggris maupun Belanda sangat kagum pada perjuangan muslim walau tanpa senjata yang memadai. Rakyat aceh salah satu contohnya. Deretan nama pejuang seperti Malahayati, Cut Nyak Dien, Cut Muetia dan Pocut Meurah menjadi simbol perjuangan rakyat aceh dikalangan perempuan. Begitu penjajah memasuki wilayah Jawa, perjuangan tak henti di lakukan salah satunya oleh menantu Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) Yang bernama Fatahillah. Panglima Fatahillah atau raden Fatah ini menjadi kekuatan melawan dan menghancurkan penjajah yang menyerang sunda kelapa. Begitu pula perjuangan pangeran Diponegoro, yang menjadi simbol ketokohan ulama islam di Jawa. Bahkan jendral besar pahlawan Indonesia yaitu Jendral Sudirman sangat terinspirasi dengan hadist untuk berjihad fi sabilillah melawan penjajahan Belanda. Sang Jendral tersebut mengutip salah satu Hadit Nabi ” Insjafilah! Barangsiapa mati, padahal (sewaktoe hidoepnja) beloem pernah toeret berperang (membela keadilan) bahkan hatinya berhasrat perang peon tidak, maka matilah ia diatas tjabang kemoenafekan,”
Tepatnya 64 Tahun yang lalu, dikumandangkanya teks proklamasi oleh Soekarno untuk memperoleh pengakuan kemerdekaan Indonesia di mata Internasional, khususnya para imperialisme seperti Belanda dan Jepang. Lagi-lagi Umat Islam membawa pengaruh yang besar dalam proklamasi tersebut, karena sang proklamator terlebih dahulu meminta restu dari Ulama seperti Abdul Mukti dari Muhamadiyah, Hasyim Asy’ari dari NU, Bahkan sebelumnya sempat mendapat motivasi dari ulama persis yaitu A.Hassan. dari beberapa torehan sejarah ini, dapat disimpulkan bahwa Islam sangat besar pengaruhnya dalam mencapai Kemerdekaan. Citra Islam sangat diterima sebagai inspirasi Jihad para pahlawan negara. Berbeda dengan Citra Islam era reformasi ini yang diidentikan dengan isu teroriss.
Kita, sebagai pelaku sejarah Indonesia pasca kemerdekaan harus bisa menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan. Rasa penghargaan itu, diwujudkan dengan terus tumbuhnya Jihad fi Sabilillah dalam rangka menjaga persatuan (ukhuwauh) dan kesatuan Indonesia. Ber-Jihad dengan membangun peradaban Indonesia yang maju dan madani berlandaskan ” Rahmat tuhan yang maha esa dan kuasa” karena Islam adalah Rahmatan lil Alamin. Jihad dalam pengertian besungguh-sungguh dalam segala aktifitas. Ar-Raghib mengartikan jihad adalah mencurahkan segala daya/kekuatan untuk menghadapi musuh.
Dalam Jihad ada beberapa tingkatan. Pertama, Jihad Nafsi yaitu berjihad melawan nafsu yang membawa kepada keburukan (Nafsus-Saiyiiah) menuju kepada kebaikan (Nafsul-Mutmainnah). Dalam surat Al-Hajj ayat 78 disebutkan ”Dan berjihadlah dijalan Allah sebenar-benarnya... .”Perintah berjihad juga disebutkan Dalam surat Al-Furqan 52 dan Al-ankabut 69. Dalam hadits Nabi riwayat Baihaqi bahwasanya telah datang kepada Nabi satu kaum yang selesai berperang. Nabi berkata : ”kalian telah tiba dari jihad ashgar menuju jihad akbar.” ditanyakan kepada Nabi : ”Apa yang dimaksud jihad akbar itu?’ Nabi menjawab : seseorang hamba memerangi dirinya sendiri.” Jihad melawan nafsu ini berperang melawan kemalasan dan kebodohan dalam diri. Ber-Jihad melawan rasa kantuk untuk melaksanakan shalat subuh. Berjihad melawan keluh-kesah dan putus asa dalam menghadapi hidup.
Kedua, berjihad melawan syaitan. Berjihad melawan bisikan berupa keinginan, syahwat, subhat dan keraguan yang menodai iman. Iblis dan Syiathan merupakan penjajah utama keimanan kita dari mulai Nabi Adam sampai manusia akhir zaman. Mereka akan datang dari depan, belakang, kiri dan kanan untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Mereka mendapatkan kekuatan untuk panjang usia sampai hari kiamat untuk menakhlukan manusia. Orang yang merdeka dari penjajah syetan adalah orang yang ikhlas dan istikomah, sebagaimana mereka takluk pada Ibrahim dan Ismail ketika menggoda untuk tidak melaksanakan perintah Allah.
Ketiga, Berjihad melawan Munafik. Dalam Surat At-Taubah ayat 73 Allah Berfirman ”Hai Nabi, Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat kembali mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya”. Ibnu Abbas r.a. berkata : ”Jihad melawan orang kafir dengan pedang, dan jihad melawan orang munafik dengan lisan, yakni dengan hujjah dan Burhan (ar-raghib). Dalam Al-Maraghi dinyatakan bahwa Rasulullah bersabda :”Di antara umatku terdapat 12 orang munafik. Mereka tidak akan masuk surga, dan sama sekali tidak akan mencium wanginya surga sampai unta bisa keluar dari lubang jarum”.
Keempat, Berjihad melawan Kafir. Orang-orang kafir baik dari ahli kitab maupun musyrikin tidak akan ridha sampai kita mengikuti millah mereka. Orang-orang kafir telah memerangi kita baik secara fisik seperti di Irak dan Afganistan ataupun secara pemikiran, tingkah laku serta budaya. Istilah perang pemikiran sering disebut dengan ghazwul-fikri. Mereka telah menjajah dengan ilmu yang mereka miliki untuk menguasai negeri-negri muslim secara politik dan ekonomi. Di indonesia, contohnya banyak aset negara yang menjadi cengkraman asing. Berjihad kepada kaum kuffar Dzimmi seperti itu harus kita lawan dengan ilmu pengetahuan juga, bukan dengan teror BOM sebagaimana falsafah teroris. Nasionalisme kita betul-betul dibuktikan dengan merdeka dan mandiri dari ketergantungan terhadap asing yang tidak menguntungkan. Berjihad melawan kafir ada empat tingkatan yaitu dengan hati, lisan harta dan jiwa. Berjihad dalam arti Berperang tidak dilakukan kepada kafir dzimmi tetapi dilakukan kepada kafir yang menyerang secara fisik yang disebut dengan kafir harbi. Itu juga atas perintah amirul-mukminin dalam suatu wilayah dan kondisi yang diharuskan perang.
Itulah diantara renungan yang harus kita ambil hikmah dari perjuangan kemerdekaan ini. Tentunya, rasa syukur kita panjatkan atas nikmat kemerdekaan sebagai buah jihad dari para pahlawan. Rasa syukur itu kita manfaatkan dengan meneruskan perjuangan jihad kepada kesejateraan dan kemakmuran bangsa. Disamping perayaan dengan kegiatan-kegiatan kreatifitas dan perlombaan hendaknya tidak diwarnai dengan kemaksiatan dan perjudian. Perayaan kemerdekaan ke 64 ini, setelah sekian lama penulis pertama kalinya melaksanakan upacara di Lapangan Bola dekat rumah dengan melihat berbagai pertunjukan. Ada yang diisi dengan singa depok, peralatan perang maupun simulasi teroris yang sedang hangat-hangatnya menjadi isu permasalahan Indonesia saat ini. Kegiatan perayaan nasional Indonesia tahun ini diisi dengan pemecahan rekor dunia yaitu Sail Bunaken. Acara ini melibatkan 2818 penyelam dari berbagai element yaitu TNI dan masyarakat nasional dan internasional dengan tujuan memperkenalkan Laut Bunaken yang terkenal keindahan bawah lautnya. Harapan penulis, bangsa yang besar ini perlu mujahid-mujahid kreatif dalam menyumbangkan peradaban Indonesia menuju masyarakat madani. Wallahu a’lam.

*Penulis Mahasiswa UPI Jurusan Administrasi Pendidikan
Kader Pemuda Persis Cabang Pameungpeuk, Bandung

Senin, 13 April 2009

Need Assesment Diklat bagi Guru

Oleh
Ihsan Kamaludin*

”Untuk menghadapi zaman globalisasi ini guru harus bisa cerdas menghadapi kemajuan zaman. Maka dari itu, program diklat sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas guru-guru Indonesia”

Guru, merupakan ujung tombak pendidikan harus selalu bisa melakukan perbaikan dan perubahan dengan profesinya. Ditunjang dengan janji pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru sejalan pula pola pembinaan untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Program sertifikasi dan uji komptensi merupakan upaya untuk meningkatkan kulitas guru, tetapi program diklat ini seharusnya dilakukan oleh semua pihak, terutama kepala sekolah.
Sebagai pimpinan di lembaga pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk mengembangkan kompetensi kemitraanya untuk bisa memberikan layanan peningkatan kualitas mengajar guru. Dalam Permendiknas disebutkan bahwa guru harus mempunyai kompetensi profesional, kompetensi paedagogik,kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Untuk mewujudkan kompetensi tersebut diupayakan program diklat bagi guru untuk meningkatkan kualitasnya dengan mengembangkan kemitraan sekolah. Pertama, Untuk meningkatkan kompetensi profesisional upayakan diklat sesuai dengan guru mata pelajaran. Kepala sekolah bisa berkoordinasi dan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan atau lembaga-lembaga diklat yang relevan seperti P4TK (Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan) ataupun yang diadakan organisasi keguruan sepeti KKG (klompok Kerja Guru) dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran)
Kedua, untuk meningkatkan kompetensi paedagogik yakni bagaimana guru bisa memahami kurikulum,manajemen peserta didik,dan Metode Pembelajaran bisa bekerja sama dengan LPTK-LPTK yang kompeten menyelengarakan diklat paedagogik. Tidak sedikit guru yang mengalami kesulitan dalam memahami perubahan Kurikulum serta kendala-kendalanya. Banyak pula guru menemui kesulitan dengan prestasi peserta didiknya dalam pross pembelajaran. Maka dari itu, dengan diberikan diklat bagi guru dalam bidang paedagogik setidaknya menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas mengajarnya.
Ketiga untuk meningkatkan kompetensi kepribadian sekolah bisa bekerja sama dengan Lembaga ESQ (Emosional Spiritual Quietionts) untuk mengadakan diklat kepribadian. Ataupun, bisa mengadakan program kerohanian dalam meningkatkan kualitas kepribadian guru. Seorang guru merupakan contoh bagi siswa-siswanya. Ada pepatah mengatakan”guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Jika kepribadian guru baik maka kepribadian itu harus diterapkan dan diajarkan kepada peserta didiknya.
Untuk meningkatkan kompenetsi sosial, hendaknya dipupuk rasa empati dan simpatik kepada masyarakat sekitar. Guru merupakan figur siswa maupun masyarakat yang ditempatinya. Maka guru harus berperan dalam menjaga ketertiban dan keindahan lingkungan masyarakat. Rasa peduli dan kasih sayang terhadap kaum dhuafa harus ada dalam jiwa sang pahlawan pendidikan itu. Ataupun kepada siswa itu sendiri jika ada yang tidak mampu hendaknya bisa dibantu oleh guru yang merasa berkecukupan dan berkelebihan untuk meringankan biaia sekolahnya.
Itulah beberapa sumbangsih penulis bagi kemajuan guru-guru kita. Jadi bukan hanya kita perjuangkan kejehateraan saja bagi guru tapi peningkatan kualitas secara komprehensif. Tulisan Ini tidak hanya untuk pimpinan pendidikan tapi menjadi rekomendasi Caleg bila sudah menjadi Anggota Legislatif agar memprioritaskan anggaran kesejahteraan dan profesionalisme guru indonesia.

* Penulis Guru TIK SMP PGRI Pameungpeuk,Bandung