Jumat, 06 Februari 2009

MENYALAHKAN ORANG LAIN ADALAH SALAH??

MENYALAHKAN ORANG LAIN ADALAH SALAH??

Oleh : Ihsan Kamaludin

Jangan saling menyalahkan orang lain!!!!itulah kata Al-Qur’an ”laa yaskhar qaumun min qaumin assa an-yakuna khairan minhum”(jangan memperolok-olok suatu kaum boleh jadi yang diperolok-olok lebih abik dari mereka). Jadi tinggal pilih ingin mengikuti Al-Qur’an atau mengikuti ulama yang sesat???”. Begitulah kira-kira kutipan dari ceramah seorang mubaligh yang peulis dengar. Ada lagi kalimat lain seperti “jangan saling menyalahkan telunjuk yang bergerak-gerak dengan yang tidak, karena Allah tidak akan melihat hal-hal kecil seperti itu”. Spontan membuat mustami’ kaget sekaligus tegang termasuk pernulis. Sebuah ceramah yang berapi-api dan penuh semangat dengan mengambil tema hakikat perpecahan dalam Islam di sebuah pengajian umum.

Inti dari ceramah tersebut mengungakpkan perpecahan dalam islam disebabkan karena saling menyalahkan bahkan menyebutkan ulama suu (ulama jahat) yang saling menyalahkan dalam hal ibadah seperti qunut, taraweh, yasinan,dll. Penceramah tersebut brgelar Lc dan MA yang menunjukan lulusan timur tengah. Bila ada yang menentang atau yang menyalahkan tinggal ditanya saja berapa kitab yang dia baca. Salah satu contoh Shahih Bukhari yang berjumlah 4 Kitab di kita rata-rata hanya dibaca ringkasanya saja sedangkan yang aslinya ada 600 ribu kitab.

Sedikit mengelitik pemikiran penulis yang ingin menangapi ceramah tersebut lewat tulisan ini. Sebuah tanggapan yang masihdalam proses pembelajaran namun ada beberapa yang seolah bertentangan dengan apa yang menjadi sumber kita yakni Al-Qur’an dan yang kedua yaitu As-Sunnah sesuai dengan yang penulis dapati di pesantren. Pertama, mengambil kesimpulan haram hukumnya (tidak boleh) menyalahkan bahkan memperolok-olok orang lain seperti dalam Surat Al-Hujurat ayat 11 yaitu :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman[1410] dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Jika melihat tafsir Imam Al-Maraghi arti Sukhriyah : adalah mengolok-olok, menyebut-nyebut aib dan kekuarangan-kekurangan orang lain yang menimbulkan tawa. Jadi yang dimaksud Sukhriyah yang dilarang ini adalah memperolok-olok, menghina aib dan kekurangan fisik orang lain bukan menyalahkan orang yang selalu menyalahkan ibadah orang lain. Sebagaimana At-Tirmizdi meriwayatkn bahwasanya Aisyah pernah menyembutkan Shafiyah Sorang wanita...Sambil memperagakan dengan tanganya sedemikian rupa maksudnya bahwa shafiyah itu pendek. Maka Rasul saw. Bersabda, ”sesungguhnya kamu telah mencampur suatu kata-kata yang sekiranga dicampur dengan air laut, tentu akan bercampur seluruhnya”

Jika muslim menyalahkan atau menasehati orang lain yang benar-benar salah artinya tidak sesuai dengan syariat, maka disitulah justru ada kewajiban dakwah. Dengan dakwah ini kita menjadi Istiqamah dalam kebenaran. Sesuai dengan Surat Al-Ashr agar kita tidak rugi dunia akhirat harus saling bertaushiah dalam kebenaran dan kesabaran.Bahkan diperintah untuk amar makruf nahi munkar dan dilarang berpecah seperti dalam Surat Ali-Imran 104 & 105

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,

Dalam Hadits Rasulullah menyatakan bahwa baransiapa melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangan (kekuasaan), apabila tidak bisa maka rubahlah dengan lisan,apabila tidak mampu rubahlah dengan hati dan itulah selemah-lemah imanya. Inilah tugas muslim untuk saling menyampaikan kebenaran dari Allah dan rasulnya sebagai Ballighu anni walau ayatan (penyampai risalah rasul walaupun satu ayat).

Kedua, mubaligh tersebut menyatakan bahwa Allah tidak akan melihat hal-hal kecil seperti mengerak-gerakan telunjuk ketika sholat. Inilah merupakan hemat penulis kalimat yang menafikan kekuasaan Allah sebagai maha melihat. Dalam Al-Qur’an berkali-kali diungkapkan bahwa Allah maha melihat apa yang kita kerjakan. Walau sekecil apapun amal kita pasti akan dipertangungjawabkan di hadapan Allah Swt. Disebutkan dalam surat Al-Zalzalah sebsar dzarah pun amal buruk dan amal baik kita akan diganjar dengan setimpal. Bahkan Sabda Nabi lebih tegas lagi dengan mengatakan barang siapa yang beramal selain apa yang di perintahkan (dicontohkan) maka amal itu tertolak. Naudzubillahi mindzalik

Dari tanggapan ini, penulis bukan hendak memperbesar perpecahan. Namun, hendaknya kita kembali mentafakuri hakikat umat zaman ini. Kita sedang dilanda krisis ukhuwah akibat dari kurangnya pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunnah dengan benar. Padahal Dalam Surat Ali-Imran 103 telah mengisyaratkan pada kita agar berpengang teguh kepada tali Allah (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan jangan bercerai berai. Memang di dalam umat ini, ada beberapa golongan yang mengklaim paling benar dan intolelir terhadap pendapat orang lain. Padahal imam mazdhab seperti Imam Malik, Hanafi, Syafi’i dan Hambali tidak menganggap pendapat mereka paling benar dan menyalahkan pendapat yang lain. Kesimpulan mereka adalah yang paling kuat argumentasinya berdasarkan ijtihad syar’i (sesuai dengan qur’an dan sunnah) silahkan ambil dari madzhab manapun serta adanya saling menghargai pendapat. Tetapi juga membiarkan umat terlalu bebas berpendapat dan menjadi liberal buta dapat memicu perpecahan umat. Oleh karena itu Lebih baik kita kaji lagi summber pegangan al-qur’an dan As-Sunnah sebagai alat penyelamat dari kesesatan akhir zaman. Wallahu a’lam

PALESTINA DAN MANDULNYA UKHUWAH ISLAMIYAH

PALESTINA DAN MANDULNYA UKHUWAH ISLAMIYAH

Collected By :Ihsan Kamaludin*

Pada Akhir tahun 2008 kita dikejutkan oleh petasan-petasan fosfor tentara Israel yang dilarang internasional di daerah Gaza. Perperangan telah dimulai dan dilancarkan sejak 27 Desember 2008 sampai pertengahan januari 2009 hingga akhirnya mencapai gencatan senjata sepihak. Tak tangung-tangung korban sipil yang tidak seimbang terutama dariwarga Gaza yang mencapai seribu lebih. Dunia Internasional sekalipun telah mengecam kejahatan perang Israel, tetap saja mereka mengabaikan larangan pengunaan perang berbahaya dan membabi buta. Seolah sudah terbiasa dengan hanya kecaman jadi Israel Nyatai-nyantai saja apalagi dengan sengaja mnghancurkan gedung sekolah dan kemanusiaan PBB di Gaza. Dengan dalih menghancurkan teroris seperti Hamas kaum Zionis rela memborbardir darat, laut dan udara kota tersebut sehingga kini kota Gaza sebagian besar hancur infrastrukturnya. Hammas pun telah mengklaim menang setelah Israel mengumumkan gencatan senjata yang merupakan simbol kekalahan, walau kini Gaza harus membangun kembali infrastruktur pasca perang.

Itulah fenomena dunia islam secara macro yang tengah mengalami polemik. Sebuah masalah berkepanjangan yang merasuki tubuh umat Rasul abad 21. permasalahan tersebut penulis identifikasikan dengan keterbelakangan pada aspek sosial dan intelektual dari kaum kaum non muslim. Sebagaimana ditulis ulama moderen bahwa umat ini tertinggal karena meningalkan kitab sucinya sedangkan mereka maju karena meninggalkan kitab sucinya. Terutama rapuhnya ukuwah islamiyah dan lemahnya intelektual muslim.Dalam tulisan ini, penulis ingin mengungkapkan kembali referensi dan litelatur tentang ukhuwah islamiya yang seolah-olah mandul padahal ini merupakan kunci dari kekuatan islam sebagai Diinil-Haq (Agama Yang Benar).

MAKNA UKHUWAH

Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu dengan yang lain, dengan fikiran dan kehendaknya yang bebas. Dan sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain, membutuhkan sebuah kelompok - dalam bentuknya yang minimal - yang mengakui keberadaannya, dan dalam bentuknya yang maksimal - kelompok di mana dia dapat bergantung kepadanya.

Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga kemudian muncullah ikatan-ikatan - bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita mengenal adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern adanya ikatan profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan ikatan agama. Juga sering kita dengar adanya ikatan berdasarkan kesamaan species, yaitu sebagai homo erectus (manusia), atau bahkan ikatan sebagai sesama makhluk Allah.

Islam sebagai sebuah peradaban - terlebih sebagai sebuah din - juga menawarkan bahkan memerintahkan/menganjurkan adanya sebuah ikatan, yang kemudian kita kenal sebagai ukhuwah Islamiah.

Dalam Wawasan Al Qur'an, Dr. Quraish Shihab menulis bahwa ukhuwah (ukhuwwah) yang biasa diartikan sebagai "persaudaraan", terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti "memperhatikan". Makna asal ini memberi kesan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.

Sedang makna ukhuwah Islamiah terkadang diartikan sebagai "persaudaraan antar sesama muslim", di mana kata "Islamiah" menunjuk kepada pelaku; dan terkadang juga diartikan sebagai "persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam", di mana di sini kata "Islamiah" difahami sebagai kata sifat. Menurut Imam Hasan Al-Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah

Dalam kajian ini, kedua makna tersebut saya gunakan sehingga ukhuwah islamiah diartikan sebagai "persaudaraan antar sesama muslim yang diajarkan oleh Islam dan bersifat Islami". Dengan definisi yang 'lengkap' ini, pertanyaan what, who dan how tentang ukhuwah Islamiah ini secara general telah terjawab.

Adapun tinjauan Al-Qur’an tentang Hakekat Ukhuwah Islamiyah adalah sebagai berikut :

1. Nikmat Allah (QS. 3: 103)

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

2. Perumpamaan tali tasbih (QS. 43: 67)

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.

3. Merupakan arahan Rabbani (QS. 8: 63)

Dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman)[622]. walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah Telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana.

4. Merupakan cermin kekuatan iman (QS. 49: 10)

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat." (Al Hujurat:10)

Juga di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:"Orang muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi."

Dari dalil naqli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga sesama mu'min adalah bersaudara, di mana tentunya kesadaran terhadap hal ini akan memberikan konsekuensi berikutnya.

Hal-hal yang menguatkan Ukhuwah Islamiyah:

1. Memberitahukan kecintaan pada yang kita cintai

2. Memohon dido’akan bila berpisah

3. Menunjukkan kegembiraan & senyuman bila berjumpa

4. Berjabat tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim)

5. Mengucapkan selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan

6. Memberikan hadiah pada waktu-waktu tertentu

7. Sering bersilaturahmi (mengunjungi saudara)

8. Memperhatikan saudaranya & membantu keperluannya

9. Memenuhi hak ukhuwah saudaranya

TAHAPAN IMPLEMENTASI

Dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiah - bahkan juga dalam rangka menjalin hubungan dalam maknanya yang umum - ada beberapa tahapan konseptual yang perlu diperhatikan. Secara garis besar tahapan tersebut dapat dibagi menjadi:

1. Ta'aruf

Ta'aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiyah, kita perlu mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran, emosi dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-karakter tersebut,

Dalam Surat Al Hujurat, Allah berfirman:

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujurat:13)

Ta'aruf ini perlu kita lakukan dari lingkungan yang terdekat dengan kita. Dengan keluarga, dengan lingkungan sekolah atau tempat bekerja, hingga berta'aruf dalam komunitas yang lebih luas, seperti dalam komunitas KMII.

2.Tafahum

Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita, tapi terlebih kita berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah mengetahui tabiat seorang rekan yang biasa berbicara dengan nada keras, tentu kita akan memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas tersinggung. Juga apabila kita mengetahui tabiat rekan lain yang sensitif, tentu kita akan memahaminya dengan kehati-hatian kita dalam bergaul dengannya.

Perlu diperhatikan bahwa tafahum ini merupakan aktivitas dua arah. Jadi jangan sampai kita terus memposisikan diri ingin difahami orang tanpa berusaha untuk juga memahami orang lain.

3.Ta'awun

Ta'awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang sebenarnya secara naluriah sering (ingin) kita lakukan. Manusia normal umumnya telah dianugerahi oleh perasaan 'iba' dan keinginan untuk menolong sesamanya yang menderita kesulitan - sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini berbeda-beda untuk tiap individu.

Dalam surat Al Maidah, Allah berfirman:

Artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (Al Maaidah:2)

Dalam dalam hadits:

Artinya: "Dan Allah akan selalu siap menolong seorang hamba selama hamba itu selalu siap menolong saudaranya."

Juga dalam hadits Ibnu Umar di atas ("al muslimu akhul muslimi ..."), seterusnya disebutkan bahwa siapa yang memperhatikan kepentingan saudaranya itu maka Allah memperhatikan kepentingannya, dan siapa yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama muslim maka Allah akan melapangkan satu dari beberapa kesulitannya nanti pada hari qiyamat, dan barangsiapa yang meneymbukan rahasia seorang muslim maka Allah menyembunyikanrahasianya nanti pada hari qiyamat.

Dalil naqli di atas memberi encouragement bahkan perintah kepada orang beriman untuk tolong-menolong, yang dibatasi hanya dalam masalah kebajikan dan taqwa. Bentuk tolong-menolong ini bisa dilakukan dengan saling mendo'akan, saling menasihati, juga saling membantu dalam bentuk amal perbuatan. Kalaupun tidak turut berperang, kita dapat ikut menyediakan bekal menghadapi peperangan, misalnya.

Dalam masalah-masalah yang jelas kesalahannya, kita dilarang untuk saling memberikan pertolongan. Contoh ringan yang mungkin pernah kita alami saat masih sekolah, misalnya memberi contekan saat ulangan. Mungkin saat itu kita merasa sungkan untuk menolak memberi 'pertolongan'. Dan contoh yang lebih berat mungkin akan sering kita jumpai seiring dengan semakin dewasanya kita dan semakin kompleksnya permasalahan yang kita hadapi.

Dalam hal ini kita perlu memperhatikan hadits shahih dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

Artinya: "Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim atau yang dizalimi." Aku bertanya, "Ya Rasulullah, menolong orang yang dizalimi dapatlah aku mengerti. Namun, bagaimana dengan menolong orang yang berbuat zalim?" Rasulullah menjawab, "Kamu cegah dia agar tidak berbuat aniaya, maka itulah pertolonganmu untuknya."

Jadi kita seharusnya berterima kasih jika ada yang menegur kita, bahkan mencegah kita dengan kekuatan manakala kita sedang berbuat kesalahan.

4.Takaful

Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Di mana rasa susah dan sedih saudara kita dapat kita rasakan, sehingga dengan serta merta kita memberikan pertolongan. Dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan perumpamaan yang menarik tentang hal ini, yaitu dengan mengibaratkan orang beriman - yang bersaudara - sebagai satu tubuh.

Dalam hadits:

Artinya: "Perumpamaan orang-orang beriman di dalam kecintaan, kasih sayang, dan hubungan kekerabatan mereka adalah bagaikan tubuh. Bila salah satu anggotanya mengaduh sakit maka sekujur tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur."

Unsur pokok di dalam ukhuwah adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi dalam beberapa tingkatan:

Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud, membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai dengan ucapan salam. Juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda bahwa ada tiga orang yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam semalam suntuk sedang suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang memutus hubungan di antara keduanya.

Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR muttafaq alaihi)

Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk zaman sekarang sering baru mencapai tahap wacana. Patut kita renungkan kisah sahabat nabi dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan kehausan dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk menerima air.

Juga contoh yang dilakukan oleh shahabat Anshar, Sa'ad bin rabbi' yang menawarkan hartanya, rumahnya, istrinya yang terbaik untuk dimiliki oleh Abdurrahman bin Auf. Dalam hal ini Abdurrahman bin Auf pun berlaku iffah dengan hanya meminta untuk ditunjukkan jalan ke pasar. Kisah-kisah di atas kalaupun belum mampu kita lakukan, minimal kita jadikan sebagai sebuah motivasi awal untuk sedikit lebih memperhatikan saudara kita yang lain.

BUAH UKHUWAH ISLAMIYAH

1. Merasakan lezatnya iman

2. Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)

3. Mendapatkan tempat khusus di syurga (15:45)

KESIMPULAN

Tidak dapat kita pungkiri bahwa umat Islam dewasa ini tidak dalam keadaan bersatu, baik dalam skala internasional maupun dalam skala nasional. Memang keragaman pandangan dan sikap merupakan sebuah keniscayaan bagi kaum muslimin. (bahkan dalam Al Hujurat:10 di atas, perintah "faashlihu baina akhowaikum" memberikan isyarat bahwa dalam kaum mu'min pun masih memungkinkan terjadinya perselisihan). Adanya ikhtilaf dan perbedaan pendapat pun bukanlah sesuatu yang tabu, kecuali dalam masalah yang pokok dan nash-nash yang qath'i dan disepakati (mis: aqidah).

Keberadaan musuh di luar Islam adalah sebuah fakta yang tidak perlu ditutup-tutupi. Allah pun telah menyebutkannya dalam Al Baqarah:120 tentang tidak ridhonya kaum Yahudi dan Nasrani terhadap umat Islam, hingga umat Islam meninggalkan diinnya dan mengikuti millah mereka. Dan juga permusuhan syetan yang abadi terhadap keturunan Adam.

Terhadap kondisi yang telah jelas - terang-benderang ini - seharusnya umat Islam tidak ragu-ragu lagi dalam bersikap. Apalagi di dalam tahun-tahun terakhir ini, pertentangan-pertentangan ini sering muncul ke permukaan. Dalam skala dunia, mulai dari muculnya thesis Samuel Huntington tentang bentrokan peradaban hingga yang paling mutakhir adalah pencanangan "War on Terrorism" dengan pemaknaan terorisme yang bias. Lengkap dengan aksi-aksi sepihak di berbagai belahan bumi, seperti di Palestina, Bosnia dan Chechnya. Untuk lingkup nasional pun kita masih tetap prihatin dengan konflik yang terjadi antara lain di Maluku dan Poso, yang mudah-mudahan segera memberikan solusi yang terbaik.

Terhadap kondisi ini banyak yang dapat dilakukan oleh kaum muslimin selain sekedar berdiam diri. Untuk kasus-kasus di mana terjadi penindasan umat Islam kita dapat turut membantu dengan do'a kita, dengan dana kita, atau dengan opini yang berusaha kita bentuk. Sambil tentunya tidak lupa kita memperkuat simpul-simpul kekuatan untuk mencegah penindasan di masa mendatang; kekuatan iman, kekuatan ukhuwah, juga kekuatan pendukung lainnya, seperti persenjataan, ekonomi, dll.

Terakhir saya hanya ingin mengajak kita untuk merenungkan ayat berikut:

Artinya: "Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana." (Al Anfaal:63)

Semoga Allah menyatukan hati-hati kita, menjadikan kita saling mencintai karena Dia; sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi Rasululllah saw bersabda:

"Di sekitar Arsy ada menara-menara dari cahaya. Di dalamnya ada orang-orang yang pakaiannya dari cahaya dan wajah-wajah mereka bercahaya. Mereka bukan para nabi atau syuhada'. Para nabi dan syuhada' iri kepada mereka. Ketika ditanya para shahabat, Rasulullah menjawab, "Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah, saling bersahabat karena Allah dan saling kunjung karena Allah."

Wallahu a'lam

*Dikutip dari beberapa referensi situs muslim